Tradisi bertunangan bagi warga Desa Jangkong, Kecamatan Batang-Batang, Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur sangat berbeda dengan daerah lain. Bila lamaran tunangan atau hajatan lainnya tepat pada Bulan Asyuro, maka harus mendatangkan kuda lebih dari 27 ekor dan diarak keliling desa setempat.
“Tradisi ini sudah turun temurun dilakukan. Jika punya hajat atau bertunangan pada Bulan Asyuro, harus mendatangkan kuda hias minimal 27 ekor. Jika tidak, akan ada masalah dikemudian hari,” kata Nayatullah Bin Superrang, salah satu tokoh masyarakat setempat.
Diakui, memang jarang warga yang menggelar hajatan atau melamar gadis pada saat Bulan Asyuro, karena prosesinya membutuhkan pembiayaan yang cukup besar. Bahkan, bila membutuhkan kuda dalam jumlah banyak, harus mendatangkan dari luar Sumenep, semisal dari Bangkalan dan Sampang.
Kuda-kuda yang dihias itu ditunggangi oleh orang yang mempunyai hajat atau yang bertunangan beserta anak-anak dari keluarga besarnya dengan menggunakan “Pangantan Jamang” yakni bagian kepala di pasang sebuah mahkota yang di buat dari rangkaian daun nangka, dan roncean bunga melati.
Aksesoris pengantin agar tampil menarik adalah rumbaian dari roncean daun melati (to’oran dhaun malate) yang digantungkan di leher, serta dilengkapi pula sumping daun kamboja, gelang kaki dan beberapa pelengkap bawaan yang di bawa oleh pengiring.
Musik tradisional berupa saronen juga dihadirkan, sehingga acara tersebut menarik perhatian dan menjadi tontotan gratis warga setempat. Uang saweran pun mengalir saat diarak keliling desa kepada pemilik kuda-kuda hias tersebut. Bahkan, sebagai bentuk kebahagiaan, tak jarang diantara keluarga yang mempunyai hajat, berjoget dengan seorang perempuan cantik yang menggunakan pakaian adat Madura.(portalmadura)