Oleh: Rusdi
Pengeran Saccadiningrat dinobatkan sebagai raja di Sumenep. Raut wajah yang rupawan, tampan, dan kharismatik juga memantik rasa simpati yang berlebih. Rakyat menaruh hormat, patuh, dan taat kepada sang raja. Raja Saccadiningrat dengan permaisuri berusaha untuk menjadi raja yang adil dan disegani. Mampu membawa rakyat pada kemakmuran yang paling tinggi. Rakyat makmur, aman, dan damai adalah cita-cita Raja Saccadiningrat.
“Dinda, apakah masih ada dari rakyatku yang masih sengsara?” Pada suatu hari di bibir senja, saat bersenda dengan permaisuri.
“Jika ada yang tidak beres, pasti ada laporan, Baginda,” jawab permaisuri.
“Tapi aku belum yakin. Aku ingin blusukan sendiri.” Sang raja terlihat tidak yakin.
“Kalau begitu, aku ikut, Baginda!”
“Maunya,…” kata Baginda Raja sambil menatap permaisuri dengan tatapan cinta. Sang permaisuri hanya tersenyum. Manja.
Waktu terus melaju. Kemakmuran rakyat Sumenep telah mencapai puncaknya. Tidak ada lagi rakyat yang kelaparan. Tidak ada lagi orang-orang yang hidup miskin. Semua dalam ketentraman sebagaimana yang diinginkan. Sebuah realitas hidup yang diinginkan oleh setiap orang. Zaman yang begitu indah.
Sebagai penyempurna dalam kebahagiaan itu, lahirlah seorang puteri yang cantik jelita. Sebuah kebahagiaan yang tiada tara. Sebagai rasa syukur, Pangeran Saccadiningrat mengadakan pesta selama tujuh hari tujuh malam. Puteri yang diberi nama Raden Ajeng Pottrè Konèng telah memberi kebahagiaan tersendiri di hati raja. Curahan segenap cinta dan sayang tertuju kepada puteri semata wayang itu. Kepadanya segala asa dan harap dimuarakan.
Sang puteri, Pottrè Konèng tumbuh menjadi seorang remaja puteri yang cantik. Kecantikan Pottrè Konèng telah masyhur di jagat kekuasaan Saccadiningrat bahkan terkenal ke manca kerajaan tetangga. Wajah Pottrè Konèng bagai rembulan di teluk malam.
“Anakku, Pottrè Konèng . Ayahanda berharap banyak dari dirimu, Puteriku!” Pada suatu waktu ayahanda Pottrè Konèng berkata kepada puterinya.
“Duli, Ayah. Semoga Tuhan memberikan ikhtiar terbaiknya agar Ananda menjadi anak yang shalihah,” jawab Pottrè Konèng dengan takdhim.
“Jadilah anak yang berbakti, Puteriku!”
“Insya Allah, Ayah!”