Saat ibadah haji, Brudin membeli sebuah radio transistor kecil di Jeddah. Setiap dihidupkan, yang terdengar selalu siaran dan lagu dalam bahasa Arab. Brudin mengira itu semua adalah orang mengaji Qu’ran dan musik qasidah.
Begitu kembali di kampung halaman, kepada semua tamu ia memamerkan bahwa radionya hanya mau menyiarkan pengajian dan lagu qasidah. Ketika kemudian disetel, yang terdengar ternyata adalah siaran dalam bahasa Indonesia, bahasa Madura, dan lagu-lagu dangdut.
”Aneh sekali radio ini,” kata Brudin. ”Waktu di Arab ia pandai mengaji tanpa henti. Tapi di sini, kok jadi bodoh. Aneh …”
Gubernur Jatim
Brudin: ”Cong, siapa Gubernur Jawa Timur sekarang?”
Kacong: ”Bapak Mohammad Noer!”
Brudin: ”Lha, … Pakde Karwo itu siapa?”
Kacong: ”Itu kan penerusnya.”
Brudin: ”Lho, mobil No Pol L-1 kok dipakai Pakde Karwo?”
Kacong: ”Ah …, itu kan lungsurannya.”
Undangan
Brudin menghadiri undangan resepsi pernikahan bersama seorang nenek-nenek bungkuk yang jalannya perlu dibimbing. Penerima tamu heran.
”Pak Brudin, istri Bapak tidak ikut, Pak? Lalu, nenek ini siapa?” tanyanya.
”Lho, pada surat undangan yang sampiyan kirim kan menyebutkan bersama Ibu. Ya saya datang bersama ibu. Ini ibu saya sendiri. Istri saya tidak ikut, kan tidak sampiyan sebut,” jawabnya.
”Maksud kami, … bersama Ny. Brudin, istri Bapak.” penerima tamu menjelaskan.
Dengan nada sedikit naik, Pak Brudin menjawab, ”Sampiyan jangan mempermainkan saya!”
Sateeede!”
Seorang pemuda lulusan SMU ikut tes masuk akademi pariwisata di Surabaya. Tes I, tes II, ia lolos. Tetapi, pada tes akhir (tes bahasa Inggris) ia gagal dengan sebab sepele.
”Bahasa Inggrisnya hari Senin apa?”
”Monday” (dengan logat Maduranya yang kental)
”Kalau Selasa?”
”Tuesday.” Hal ini berlangsung terus sampai …
”Nah, kalau hari Sabtu?”
”Sateeede!” (maksudnya Saturday) dengan logat khas layaknya penjual sate.
Obat Kuat 1
Dengan nasihat tetangga yang dinggap pintar untuk urusan memuaskan istri di ranjang, Brudin memutuskan mengkonsumsi ”obat kuat” Viagra. Tetangga itu juga berpesan, di samping manfaat, minum Viagra juga ada risiko efek samping, tetapi ringan.
Setelah minum, hasilnya memuaskan. Istrinya makin sayang dan Brudin kian percaya diri. Tetapi, ada hal kecil yang berkaitan dengan efek samping. Maka didatanginyi tetangganya tersebut keesokan harinya untuk berterima kasih dan menanyakan hal kecil tersebut.
”Sampiyan kan bilang ada efek samping. Ternyata ini sedikit beda. Yang saya alami, efeknya tidak ke samping, tapi ke depan …,” katanya.
Obat Kuat 2
Sukses seks rupanya disampaikan Brudin kepada temannya, Matali. Meski harganya mahal, viagra dibeli juga oleh Matali. Setelah berada di tangan, obat kuat itu dilihat-lihat, ditimang-timang. Ia heran, benda remeh seperti ini kok kashiatnya—kata Brudin—luar biasa! ”Sayang, harganya mahal,” gerutunya. Karena itu, ”Sayang sekali kalau langsung diminum habis,” katanya.
Maka, viagra itu hanya dijilat-jilati saja. Sepuluh menit kemudian, di luar dugaan, Matali merasakan ada bagian tubuhnya yang tegang mengeras. Tetapi, berbeda dari cerita Brudin, pada tubuh Matali yang tegang mengeras bukan penisnya, melainkan … lidahnya!
Wortel Berbahaya
Sarip: ”Biarpun wortel banyak vitamin A-nya, kalau wortel impor yang de-gede itu justru bisa menyebabkan pendarahan di mata. Jadi kamu harus ti-hati, Di.”
Paidi: ”Ah, mosok sih. Nek saeruhku, wortel itu dalam negeri atau impor bagus untuk kesehatan mata kita….”
Sarip: ”Koen ojo’ ngeyel, Di. Mata ini bisa berdarah betul lho …”
Paidi: ”Ah, gak mungkin!”
Sarip: ”Nek gak percoyo, wortel impor iku culekno ndik matamu, … nanti pasti berdarah!”
Baik di Dada
Gozali: ”Susu itu tidak baik di mata.”
Marlena: ”Sampiyan itu yo’opo sih, … dari dulu susu itu bagus untuk kesehatan kita.”
Gozali: ”Iya, aku ngerti, Mbak. Tapi tetap nggak baik di mata.”
Marlena: ”Kok bisa begitu, … alasan sampiyan apa?”
Gozali: ”Susu memang nggak baik di mata. Baiknya di dada. Coba kalau nempel di mata, ’kan kayak tumor, malah nutupi, kita mana bisa melihat ta’iye.”
Hujan
Guru: ”Dua hari yang lalu kamu terlambat, alasanmu hujan deras. Kemarin kamu juga terlambat.
Lagi-lagi alasanmu hujan. Pagi ini terlambat lagi. Apa lagi alasanmu?”
Murid: ”Hujjan, Bu. Betul, saya nggak bohong.”
Guru: ”Lha kalau tiap pagi hujan terus, lalu bagaimana?”
Murid: ”Ya, banjjir, Bu!”.
Kentut
Saat hujan deras disertai angin dan petir, seorang pedagang sate buang air kecil dekat pos Satpam di Perak, Surabaya. Sambil kencing, ia kentut lumayan keras, hingga terdengar di telinga Pak Satpam.
Satpam: “Kamu itu nggak sopan. Sudah kencing, kentut lagi!”
Tukang sate: “Boo-aboo … mosok kencing nggak boleh kentut. Wong hujan juga ada petirnya.”
dicuplik dari http://sastra-bahasa.blogspot.com/