Memperingati Hari Jadi Kabupaten Sumenep ke 744, betbagai kegiatan telah dilakukan oleh panitia, termasuk didalamnya pergelaran pertunjukan kolosal berupa prosesi lahirnya Kabupaten Sumenep.
Prosesi Penobatan Arya Wiraraja sebagai Adipati di Sumenep, merupakan pristiwa kekeratonan tentu tidak terlepas dari proses perjalanan sejarah panjang dari keluarga bangsawan sendiri. Namun demikian dari sejumlah amatan, pelaksanaan peringatan Hari Jadi Kabupaten Sumenep tahun ini sangat eksklusif yang seakan-akan peristiwa ini hanya dari dan untuk kalangan tertentu, yaitu kalangan pegawai Pemerintah Kabupaten Sumenep.
Terbukti banyak kalangan luar, seperti komunitas masyarakat seni, tokoh-tokoh dan keluarga keturunan bangsawan ini tampaknya tidak banyak tahu tentang konsep dan pelaksanaan hari jadi tahu, dan cenderung tidak dilibatkan.
Hal ini juga diakui dan dirasakan oleh salah seorang keturunan keluarga keraton RP. Muhammad Muchtar, SH, dalam peristiwa hari jadi Sumenep tahun ini pihaknya benar-benar disingkirkan. “Saya tidak tahu kenapa?”, ujar Muchtar.
Dari kelurga keraton tentu sangat menyesalkan sikap Pemkab Sumenep yang menafikan keturunan keluarga bangsawan, sama sekali tidak dilibatkan pada peringatan hari jadi ini “terus terang kami mempunyai andil dalam mencitrakan Kabupaten Sumenep sebagai wilayah kekeratonan yang dikenal masyarakat dunia”, tambahnya
Selain itu RP. Muhammad Muchtar, SH, merasa lucu melihat para pejabat dan PNS Pemerintah Kabupaten Sumenep yang mengenakan pakaian kebangsawanan ini seperti anak-anak sedang pawai karnaval. “Ya, mereka tidak tahu bisa membedakan mana kraton Sumenep dengan kraton lainnya. Ya sebut pakaian kraton campur sari”, ungkapnya.
Meski demikian, Gus Mu’tang, panggilan akrabnya merasa bangga, bahwa masyarkat masih mencintai kraton sebagai aset daerah, dan bahkan ditunjukkan dalam suatu pergelaran seperti prosesi peringatan hari jadi kabupaten Sumenep, tahun ini.
Selain Gus Mu’tang, kekecewaan ini juga dialami oleh sejumlah seniman dan budayawan Sumenep, yang seharusnya dalam posisi semacam ini para pelaku dan pemerhati budaya Sumenep, dilibatkan dalam konsep. “Paling tidak memadukan konseplah, apa yang dinginkan oleh Pemerintah dan para seniman”, ungkap Humaidi, seniman asal Karduluk Sumenep.
“Ini menunjukkan betapa arogannya Pemerintah dalam menentukan kebijakan seni dan budaya kita”, ujarnya. “Ah, tapi apa peduli amat, kerja pemerintah maunya mendominasi semuanya, toh kami tetap berkreasi meski tidak harus digelar di Sumenep, banyak daerah lain yang menerima kehadiran kami”, cetus Humaidi ketus. (Lontar Madura)
Biarlah mereka yg merasa dpt duit dr panitia comment macam2,yg namanya trah turun gak bs diubah.
Hahahaaaaaaaa—–tak kebagian “angpao” proyek hari jadi dr Disparbud, protes di media kebudyaan…….ini. Terus kalau dilibatkan, mau dilibatkan kayak apa? apa mereka “org yg ngaku keturunan bangsawan” harus pawai juga….. banyak pekerja seni yang terlibat kok, kayak teater, musik, tari. tpi ya tidak semuanya…..