Kemudian berkata Ki Arya Buleteng, menjelaskan keinginan beliau : ? Aum sang mahapandita, jikalau begitu kehendak ananda sang Mpu, kalau menurut saya, kalau saja ananda sang Mpu mau menjadi putraku, sampai di kelak kemudian hari, saya berikan putri saya kepada ananda Sang Bang?, demikian atur Ki Arya Buleteng. Belum selesai perbincangan beliau berdua, segera menghaturkan sembah Sang Bang Banyak Wide : ?Duh, beribu maaf, ayahanda Ki Arya Buleteng serta ayahanda sang Pendeta, jikalau demikian keinginan mertua nanda, ananda menuruti kehendak mertua hamba, dan jika nanti hamba memiliki keturunan, agar menjadi Arya.
Anugrah Ida Mpu Sedah
Semakin tak bisa berkata-kata lagi Danghyang Mpu Sedah mendengar atur putranya, namun sang Pandita menyadari bahwa semuanya itu adalah kehendak Yang Maha Kuasa, lalu berkatalah beliau ?Ah anakku, juwita hatiku Sang Banyak Wide, nah karena sekarang ananda berkehendak menjadi pratisentana – putera dari Ki Arya Buleteng, maka dengarkanlah ini, tanda cinta kasihku kepadamu anakku:
?Sloka: Wredhanam kretanugraham, jagadhitam purohitam, wacanam wara widyanam, brahmanawangsatitah, Siwatwam, pujatityasam, trikayam pansudham, kayiko, waciko suklam, manaciko sidha pumam. Puranam tatwam tuhwanam, silakramam, sirarya pinatyam maho, witing kunam purwa Daham.?
Berkatalah kemudian Ida Sang Pandita: ?Aum, Sang bang, inilah merupakan titah Yang Maha Kuasa, berupa aturan sidhikarana yang kakek berikan kepadamu, perjalanan sejarah dan status brahmana yang dahulu, sekarang menjadi Arya Pinatih, ini ada tanda kasihku padamu berupa keris sebuah, bemama Ki Brahmana Siwapakarana – peralatan pemujaan pendeta, pustaka weda, itu semua agar dipuja, sebagai pusaka yang berkedudukan bagaikan kawitan-leluhurmu, sebagai pertambang jati dirimu sebagai Arya Bang Pinatih, yang berasal dari brahmana dahulu.
Ada nasehatku juga, kalau ada keturunan Arya Wang bang, tahu tentang Filfasat Kedharman, kokoh melakukan tapa yoga brata, memiliki ilmu pengetahuan yang berguna, pandai akan ilmu kerohanian, serta selalu mengupayakan ketrentraman, menganut prilaku Brahmana Wangsa, dapat didiksa, menjadi pendeta maharesi. Ingatlah hal ini.
Serta ada pula anugerahku, kepada mu, jika ada yang tahu tentang siapa yang membawa pusaka itu di kemudian hari, menyucikan diri sanak saudaramu kelak, dan bila sesudah meninggal, bilamana sanak saudara yang telah menyucikan diri meninggal, jika melakukan upacara atiwa-tiwa – palebon, berhak memakai sarana upacara seperti seorang brahmana lepas, berhak mempergunakan padmasana, serba putih, serta segala sarana upacara sebagai sang brahmana, pendeta.