Kini, sejumlah desa mulai bersolek, mendapat predikat sentra kerajinan batik. Tentu saja tidak hanya nama desanya yang dikenal. Rupiah pun terus mengalir ke desa-desa yang dulu sepi dan termasuk ketegori desa tertinggal di Proinsi Jatim. Bahkan, dari kegiatan membatik yang dilakukan berkesinambungan itu mampu membantu pemerintah menampung tenaga kerja lokal yang dulu tidak terserap pasar kerja.
Saat ini yang tampak, tiada hari tanpa membatik. Sedikitnya, ada enam titik sentra batik di kabupaten tersebut, yakni Kecamatan Pamekasan sebanyak 5 sentra batik tulis, Kecamatan Proppo sebanyak 12 sentra batik, Kecamatan Palengaan terdapat 6 sentra, Kecamatan Waru ada satu sentra, Kecamatan Pegantenan dua sentra dan di Kecamatan Tlanakan sebanyak satu sentra batik. Sentra batik itu kini memasok kebutuhan lokal khususnya, Surabaya dan Jakarta yang mencapai puluhan ribu.
Angka ini masuk akal, sebab Soni mengaku tiap bulan memasok 1.500 lembar kain batik. Belum lagi perajin lainnya. Untuk memenuhi banyaknya pesanan, dan agar tepat waktu, tidak jarang ia meminta dicarikan tambahan tenaga. Pekerjaan lembur pun kerap dilakukan bersama istri dan para pekerjanya. Ketekunan dan pola-pola kreatif membuat usahanya terus meroket. Mereka yang datang atau pemesan tidak hanya minta motif lokal, sederet pola hasil kreasi pelanggan juga banyak dipesan.