Namun sangat disayangkan karena yang terjadi saat ini, para wisatawan mancanegara maupun domestik sudah sedikit mau datang untuk menonton perlombaan kerapan sapi, hal ini disebabkan karena mereka melihat adanya penyiksaan terhadap binatang dengan memberikan sesuatu benda tajam dan lainnya kepada sapi, agar sapinya berlari lebih kencang dan menjadi pemenang. Selain itu, tidak sedikit dari penonton yang menjadikan perlombaan kerapan sapi sebagai arena pertaruhan judi. Maka pantaskah budaya ini terus dilestarikan lagi, jika begini jadinya..??
Seni pertunjukan selanjutnya adalah topeng dalang, konon topeng dikatakan sebagai kesenian yang paling tua. Adapun bentuk topeng yang di kembangkan di Madura berbeda dengan topeng yang ada di Jawa, Sunda dan Bali. Topeng Madura pada umumnya lebih kecil bentuknya dan hampir semua topeng diukir pada bagian atas kepala dengan berbagai ragam hias. Ragam hias yang paling populer adalah hiasan bunga melati. Adapun penggambaran karakter pada topeng dalang selain tampak pada bentuk muka juga dalam pemilihan wama, untuk tokoh yang berjiwa bersih digunakan wama putih, wama merah untuk tokoh tenang dan penuh kasih sayang, wama hitam untuk tokoh yang arif dan bijaksana bersih dari nafsu duniawi, kuning emas untuk tokoh yang anggun dan berwibawa, wama kuning untuk tokoh yang pemarah, licik dan sombong.
Setiap pementasan topeng dalang seluruh pemainnya didominasi laki-laki, penari sebanyak kira-kira 15-25 orang dalam lakon yang dipentaskan semalam suntuk, adapun aksesoris nya adalah taropong, sapiturung, ghungseng, kalong, rambut dan badung. Sedangkan untuk pemeran wanita aksesoris tambahannya adalah berupa sampur, kalung ular, gelang dan jamang. Teater topeng dalang Madura adalah satu-satunya teater tradisional yang mampu menaikkan pamor seni tradisi. Di era tahun 80-an sampai dengan tahun 90-an topeng dalang Sumenep melanglang buana sampai ke benua Amerika, Asia dan Eropa, kota-kota besar yang disinggahi adalah London, Amsterdam, Belgia, Perancis, Jepang dan New York.
Penampilan seni tradisional ini mampu memikat, memukau dan menghipnotis serta menimbulkan decak kagum para penonton, begitu hangat sam butan masyarakat intemasional terhadap kesenian topeng dalang. Namun sangatlah disayangkan, kekaguman yang pemah dibangun oleh para dalang di masa lalu, saat ini mulai pudar karena tidak adanya peminat, kesenian ini mulai berkurang terutama di masyarakat perkotaan, karena dianggap ketinggalan zaman. Saat ini pementasannya hanya dilakukan di daerah pinggiran yang masih peduli dan mencintai kesenian ini.
mksi
Ass wr wb. Usul: jika puisi (bahasa Indonesia), geguritan (jawa), ……………. (minang), ………. (madura), ………… (bali) dan lain-lain puisi di seluruh ato sebagian besar suku bangsa NKRI ditampilkan di suatu kota diiringi dengan musik tradisional masing-masing alangkah kaya dan bermaknanya bhineka seni Indonesia kita. bagaimana jika kita mulai sehingga Malang, Badung, Padang, Sumenep, Ngayogyokarto, Betawi, Manokwari, Lombok, Larantuka, Tomohon, Kabanjahe, Banjarbaru, dan semuanya suku bangsa bisa merasakan Indonesia dalam puisi daerahnya…. mhn tanggapan
Wass
salam satu jiwa. Aremania
Suatu gagasan yang menarik, namun kerap penyair daerah dihadapkan oleh persoalan komunikasi antar daerah. Untuk internal sastra derah saja – sebut: Madura – , dalam pelestarian dan pengembangan bahasa dan sastra Madura juga dihadapkan oleh persoalan yaitu kurang mendapat perhatian serius oleh Pemerintah setempat, sehingga bahasa dan sastra Madura mengalami stagnasi, baik dalam apresiasi maupun dalam eksplorasi. Hal ini juga dikeluhkan oleh pengambangan sastra lokal di daerah yang lain. Namun demikian dalam ekspresi kami mencoba memperkenalkan lewat Okara Sastra Madura, http://okaramadura.blogspot.com – itupun atas inisiatif peribadi -.
Selanjutnya mari kita berfikir lebih arif dalam memahami dan mengapresiasi kesastraan daerah. Terima kasih.