Erosi Rasa Bermadura

Madura ke Depan

Bagaimana menyikapi pergeseran dan perubahan ini? Menghadapi pergeseran nilai yang merupakan sebuah keniscayaan tersebut, perlu disikapi dengan berpedoman pada kaidah yang berasal dari kalangan pesantren yaitu al muhafadhotu alal qodimis sholih wal akhdzu bil jadidil ashlah  yang artinya mempertahankan nilai lama yang baik dan menerima nilai baru yang lebih baik lagi.

Dalam rangka itu, kita perlu membangun mentalitas baru yaitu mentalitas pembaharuan atau menurut Koentjaraningrat, mentains pembangunan. Mentalitas ini merupakan ramuan dan mentalitas luhur yang kita miliki dengan mentalitas baru yang sesuai dengan budaya Madura. Substansinya memuat nilai yang mendukung kemajuan, seperti berorientasi ke masa depan, menilai tinggi hasil karya, semangat kompetitif, mengutamakan kejujuran, keterbukaan, efisiensi, hemat menghargai waktu dan sesuai dengan syariat Islam (nar’iyah). Dalam membangun mentalitas baru ini, kita harus bangkit bersama Pemerintah, ulama, pemuka masyarakat, cendekiawan/akademisi, budayawan, LSM, insan pers perlu turun tangan bersama merumuskannya

Gerakan ini juga perlu pelembagaan, mengingat orang Madura tidak mengenal lembaga adat sebagaimana Ninik Mamak di Minangkabau atau Subak di Bali, Bersamaan dengan ini, para akademisi perlu menggiatkan kajian-kajian kemaduraan dan mendirikan pusat-pusat studi kemaduraan.

Sedang para pemuka masyarakat utamanya budayawan, hendaknya aktif menyeleksi, melakukan redefinisi, reinterpretasi, revitalisasi, dan refungsionalisasi terhadap nilai-nilai luhur yang kita miliki. Misalnya ungkapan orѐng jhujhur matѐ ngonjhur, orѐng ngeco’ mate malekko’, asѐl ta’ adina asal, andhap asor dan lain-lain perlu dihidupkembangkan. D. Zawawi Imron yang mengintroduksi Clurit Mas mengatakan bahwa clurit sekarang bukan untuk menebas leher melainkan untuk menebas ketertinggalan, kemiskinan, dan kebodohan, perlu direalisasikan dalam kehidupan nyata. Clurit itu mungkin berupa perguruan tinggi, bisa lembaga keuangan syariah, bisa berupa buku seperti yang ditul Prof Mien A. Rivai yang berjudul Manusia Madura.

Pertanyaan yang muncul, bisakah kita? Kalau Jerman bisa menumbuhkan semangat uber alles, kalau Jepang bisa menghidupkembangkan semangat bushido nilai-nilai luhur yang dijunjung para samurai; kalau orang Cina bisa mentransfer strategi perang Jenderal Sun Tse menjadi ajaran manajemen bisnis, mengapa kita tidak bisa? Karena itu jawaban terhadap pertanyaan tersebut, adalah insyaallah kita bisa.

Simpulan

Di kalangan orang Madura sekarang berlangsung perubahan sosial berikut pergeseran nilai. Ada nilai-nilai atau tradisi yang aus dan tanggal, dan ada nilai baru yang tumbuh. Perubahan itu nampak dalam perubahan perilaku, sehingga terasa seperti terjadi penggerusan rasa kemaduraan atau erosi rasa bermadura. Akan tetapi pada sisi lain, muncul fenomena baru yaitu justru menguatnya rasa kemaduraan atau rasa bermadura.

Ke depan, perubahan itu perlu dikelola bersama. Perlu ditumbuhkan mentalitas pembaharuan yang diikuti dengan proses penumbuhan, pelembagaan, serta sosialisasi. Mentalitas baru tersebut berisi ramuan antara nilai lama yang baik, nilai yang direinterpretast, redefinisi, revitalisasi dan refungsionalisasi, dengan nilai-nilai baru yang lebih baik yang datang dari luar, yang sudah ditapis dan disesuaikan dengan kondisi Madura. Alhasil, Madura memang sedang berubah. Dan perubahan itu menuju ke keadaan yang lebih baik dan tidak menuju ke kepunahan. Insyaallah.

Pamekasan, 11 April 2011

*) Disampaikan dalam acara Pra Kongres Budaya Madura ke II

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.