Para ahli bahasa dan para peneliti bahasa Madura yang telah lama menekuni mengambil kesimpulan yang berbeda-beda mengenai bahasa Madura, di antaranya: bahasa Madura termasuk bahasa-bahasa Melayu-Polynesia yang dipakai oleh kurang lebih 15 juta penduduk yang mendiami pulau Madura dan pulau-pulau sekitarnya yang berada di ujung timur pulau Madura serta daerah-daerah utara pulau Jawa yang sering disebut daerah tapal kuda. Selain itu, juga oleh orang-orang Madura yang tersebar di seluruh Indonesia. Bahasa Madura merupakan bahasa terbanyak ketiga yang dipakai oleh bangsa ini dari sekitar 726 bahasa daerah yang ada di Indonesia.
Menurut Salzner dalam bukunya yang berjudul “Aprachenatlas des Indopazifischen Raumes (Wiesbaden, 1960)”, mengatakan bahwa bahasa Madura sangat erat kaitannya dengan bahasa Jawa. Selanjutanya, ada juga yang berkata bahwa bahasa Madura tersebut berstruktur imbuhan yang serumpun dengan bahasa-bahasa kelompok Austronesia, bahasa tersebut mirip dengan bahasa Jawa, Sunda, dan Bali (Steven, 1968: 1-2).
Di pulau Madura sekarang dikenal empat dialek utama bahasa Madura, yaitu dialek Bangkalan (Bangkalan dan Sampang barat), dialek Pamekasan (Sampang timur dan Pamekasan), dialek Sumenep (Sumenep dan pulau-pulau di dekatnya), dan dialek Kangean (pulau Kangean). Bagi „orang luar Madura‟ pelafalan dialek Sumenep dianggap terdengar paling merdu, halus, jelas, dll. Sehingga sejak tahun 1893 dialek Sumenep dianggap lebih cocok untuk dijadikan pedoman bagi pembakuan bahasa Madura sehingga dari dulu bahasa Madura yang dipakai sebagai bahasa pengantar di sekolah-sekolah maupun buku-buku bahasa Madura adalah dialek Sumenep.
Sebagaimana bahasa Jawa, Sunda, dan Bali, bahasa Madura juga memiliki beberapa tingkatan kebahasaan. Pembagian tingkat bahasa tersebut bisa disederhanakan menjadi tiga tingkat saja, yaitu: tingkat bahasa kasar (iyâ – enjâ’), tingkat bahasa tengah (engghi – enthen), dan tingkat bahasa halus (éngghi – bhuntén).
Kesenian
Motif kain, penenun tradisional maupun batik Madura merupakan salah satu bentuk pengejewantahan seni rupa Madura. Dengan menggunakan dominasi berpola poleng merah, putih, hitam, kuning, dan hijau lumut. Kombinasi warna-warna berani dan mencolok juga dipakai oleh pemahat Madura dalam seni ukirnya.
Kemudian, lalongedan atau jhung-kejhungan (kidung), dan paparegan juga merupakan bentuk seni suara Madura yang diperuntukkan bagi anak-anak maupun orang dewasa. Selain itu juga dikenal bang-tembhangan, dan machopat. Selain itu juga dikenal kesenian yang dipengaruhi oleh Islam, yaitu diba’, hadrah, samman, gambus, dan samrah. Seni tari Madura juga dikenal dengan baik, di antaranya tayuban dengan tandha’nya. Luddruk, katoprak, ajhing, dan topeng.
Sistem Pengetahuan
Orang banyak mengenal ilmu-ilmu perbintangan. Hal ini sesuai dengan system pencaharian masyarakat Madura. Yakni berlaut dan bercocok tanam. Seperti arah angin, waktu, musim, dan iklim. Selain itu, masyarakat Madura juga mengenal perbedaan bermacam-macam habibat, padang (lapangan rumput), ra-ara (savanah), ombhut (semak belukar), alas (hutan) dan alas raja (hutan belantara). Selain itu, juga mereka mengenal daftar nama tetumbuhan dengan membedakan menjadi beberapa kelompok, yaitu ka’bhungka’an (pepohonan), rabet (liana), dan bha’-rebbha’an (terna). Serta mereka juga mengenal tidak kurang dari 700 jenis tertumbuhan yang diketahui manfaatnya (sebagai sumber pangan, ramuan jamu, pewarna dan penyamak, pakan ternak, dan lainnya). Lebih lanjut, masyarakat Madura juga mengenal pengetahuan tentang ruang dan ukuran dalam menata rumahnya, seperti lencak (balai-balai), pola kampong meji atau taneyan lanjang. Atau mereka juga mengenal pamengkang, pakarangan, kebbhun, talon, tegghal, dan lainnya.
Teknologi
Masyarakat Madura yang berprofesi sebagai peramu, petani, nelayan, peternak, dukun, dan pemimpin dalam masyarakat Madura kuno juga melahirkan pekerja tukang. Merekalah yang menciptakan alat produksi dan alat perlengkapan lainnya, sesuai dengan perkembangan zaman, tukang kayu, kemudian tukang batu. Tukang gerabah melahirkan pelteng, tempayan, dan cobik. Selanjutnya, pandai besi Madura juga bisa menciptakan bhirang, cakkong, calo’, calo’ kodhi’, are’, sada’, dan lainnya.