Selain itu, masyarakat Madura dikenal bisa menganyam sendiri tikar, nyiru, karanjhang, renjhing, peltong, cobbhu’, cetteng, tenong, dan ceppo. Juga memiliki keilmuan dalam bertani di lahan basah dan di tegalan. Serta kemampuan dalam produksi pangan, seperti lorjhu‟, alor, tekkay, pe-ape, dan lainnya. Dalam kaitannya dengan pangan dan gizi, masyarakat Madura memiliki keahlian dalam penguasaan ramuan jamu Madura, terutama tentang kesehatan, vitalitas tubuh, dll. Serta arsitektur rumah Madura, baik bentuk, susunan atap, bahan dinding, dan kerangkanya yang ternyata disesuaikan dengan iklim tropic panas.
Mata Pencaharian
Pertanian dan nelayan merupakan dua mata pencaharian utama masyarakat Madura. Yang melandasi lahirnya etos kerja dan semangat kerja yang sangat luar biasa, yang kemudian melahirkan peribahasa abhantal omba’ asapo’ angin.
Peralihan Kehidupan
Ritus peralihan bagi orang Madura dikenal dari sebelum lahir, lahir, kawin, system kekerabatan, dan kematian. Dalam proses sebelum lahir dan lahir dikenal beberapa istilah yakni, pellet kandung, azan ketika lahir, tamone, dhamar kambang, colpak bujhel, pemberian nama, kekah, toron tana, dan khiatanan. Kawin dikenal nyalabhar (menyebarluaskan), ngen-ngangenaghi (menganginanginkan), nyareng bhakal bine’ (menyaring calon istri), noro’ patona oreng (ikut contoh perbuatan orang – nikah), narabhas jhalan (menerabas jalan), nagghuk (menepuk), nyaba’ oca’ (menempatkan kata), matoju’ tandha (mendudukkan tanda), topa’ toju’ (ketupat yang dapat didudukkan), calon bhakal (calon tunangan), nale’e paghar (mengikat pagar), leppet (lepat), panyengset (pengikat), tongkebbhan (pemasangan tutup), masekket batton (mengukuhkan ikatan pinggir balai-balai), abhakalan (pertunangan), – epaburung (diputus) dan sobung paste (tidak merupakan suratan takdir) – obang penyeddhek (uang pendesak), nganggi’ dhalika (pengikat geladak balai-balai tempat tidur), lencak (tempat tidur), ba-ghiba (barang bawaan), midodarenan (menunggu kunjungan bidadari), seraman (mandi), ba-tamba kabellina buja (penambah pembeli garam), pangada’ (juru bicara), matoro’a dhaging sakerra’ (menitipkan daging sepotong), mapeggha’ bhalabhar (memutuskan hambatan), mowang sangkal (membuang kemalangan), kembhang campor bhabur (bunga dicampur irisan daun pandan wangi), sembha songkem (sembah kedua orang tua mempelai), kocoran ban capcabhan (mengucurkan dan meneteskan air suci), dan ditentukan are beccek (hari bagus).
baca juga: Kearifaan Lokal Masyarakat Nelayan Madura
Sedangkan system kekerabatan dikenal beberapa istilah, yang secara umum dikenal bhala sabharundhut (keluarga batih), bhala sapamolean (keluarga sepemulangan), bhala dhalem (keluarga dalam), bhala dhibi’ (keluarga sendiri), bhala semma’ (keluarga dekat), dan bhala jhau (keluarga jauh). Untuk kematian dikenal beberapa proses yang dikenal oleh orang Madura, yaitu sesudah mayat dimakamkan di liang lahat maka akan dikumandangkan adzan, dan iqamat, lalu dikebumikan.
Setelah selesai nisan dipasang, dibakar kemenyan, dan dibacakan talekken (talkin). Sesudah itu keluarga sibuk mengurus suguhan rasolan atau selamatan untuk menjamu para pelayat. Selanjutnya, ada hari-hari perayaan, yakni tiga harinya (lo’ tello’), tujuh hari (to’ petto’), empat puluh hari (pa’ polo are), seratus hari (nyatos), dan seribu hari (nyaebu), diadakan selamatan dengan pembacaan tahlil dan membaca Al-Quran. (bersambung)
*****
Tulisan bersambung: