Keajaiban Cinta Berderai Air Mata

keajaiban cinta
Ilustrasi: Tamar Saraseh

Wajah Pottrè Konèng begitu cantik. Matanya lentik bersinar bagai purnama. Alisnya baris, laksana tarian daun mimba. Bibirnya indah bagai rekah mawar di pagi hari. Rambutnya tergerai, hitam legam bergolak gelombang. Tubuhnya semampai, bagai lengkung pelangi di cakrawala. Siapa pun yang berjumpa dengan Pottrè Konèng akan berdecak kagum. Wajahnya bersinar laksana rembulan di malam petang.

Ditambah lagi dengan tutur sapanya yang mempesona. Bagai liuk lagu buluh perindu di pematang senja. Sungguh kesempurnaan kecantikan Pottrè Konèng membawa wilayah Sumenep terkenal ke seantero jagat.

Pottrè Konèng tumbuh menjadi gadis dewasa. Sebagai puteri raja, ia tidak sombong. Ia tidak angkuh. Ia bergaul dengan siapa saja, tanpa pandang bulu. Karena pesona etika Pottrè Konèng , ia dicintai oleh seluruh rakyat di tanah Sumenep.

Pada suatu hari Raja Saccadiningrat bertutur dengan puterinya. “Wahai Puteriku. Kapan Engkau akan menikah dan memberi cucu untukku?” Raja sedikit terlihat resah.

“Ayah, sungguh aku tidak ingin menikah. Aku hanya ingin mengabdi kepada Allah dan tercurah kasih kepada rakyat.” Jawab Pottrè Konèng .

“Sungguh Engkau tidak mau membangun istana rumah tangga, Nak?!”

Benar, Ayah!” Jawab Pottrè Konèng mantap.

Pangeran Saccadiningrat, ayah Pottrè Konèng , hanya mendesah. Beliau tidak habis pikir, kenapa puterinya ini tidak mau berkeluarga. padahal sudah banyak putera mahkota yang mencoba meluluhkan hati Pottrè Konèng . Pottrè Konèng tak bergeming. Ia tidak ada hasrat untuk berumah tangga. Entahlah!

“Ayah, izinkan aku bertapa di Gunung Payudan,” pada suatu ketika Pottrè Konèng izin bertapa kepada ayahnya.

“Apa? Bertapa?” Sang ayah seakan tidak percaya.

“Iya, Ayah. Ananda ingin mendekat kepada Allah.” Alasan Pottrè Konèng .

“Tidak. Tidak akan aku izinkan Engkau sendiri ke sana!” Tegas raja.

“Tapi, Ayahanda. Ananda ingin sekali bertapa,” Pottrè Konèng seakan mengiba.

“Ayah tidak mungkin membiarkan Engkau pergi sendiri. Ayah sayang Engkau, Nak! Sungguh, hanya Engkalah harapan satu-satunya Ayah!”

Pangeran Saccadiningrat tetap tidak mengizinkan anaknya untuk bertapa. Tentu bukan karena tidak sayang kepada puterinya. Justru karena kasih sayang yang begitu besar. Ia khawatir terjadi apa-apa kepadanya.

Pottrè Konèng tidak patah arang. Semangat untuk bertapa, berkhalwat sebagaimana Rasulullah di Gua Hira, telah melekat dalam benaknya. Ia pun terus merajuk. Mencoba

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.