“Sudah, Ratu. Sudah aman di suatu tempat yang jauh.” Jawab dayang berusaha menyembunyikan gusar.
“Terima kasih, Mbok!”
Beberapa hari setelahnya, Pottrè Konèng merasa kangen dengan Gua Payudan. Ia ingin kembali bertapa. Ingin kembali bersemedi. Ia pun mengajak dayang setianya untuk berangkat ke gua pertapaan. Gua Payudan merupakan tempat yang tepat untuk mendekatkan diri kepada Tuhan.
Dengan semangat yang berkobar, Pottrè Konèng berangkat menuju Gua Payudan. Berbagai halangan dan rintangan mereka temui. Rimbun semak belukar, batu-batu cadas, dan jalan terjal menjadi tantangan tersendiri. Pottrè Konèng dan dayangnya terus menerobos ke tempat tujuan. Dengan sisa napas di tubuh yang sudah tersengal, akhirnya Pottrè Konèng pun sampai di tempat tujuan. Dimulailah pertapaannya.
Setelah sekian lama semedi, tiba-tiba kantuk menyerang Pottrè Konèng . Sedetik berikutnya, ia damai dalam tidur yang nyenyak. Dalam tidur itu, seorang pangeran tampan rupawan, yang tempo hari datang, tiba-tiba datang lagi dalam mimpi. Sebuah kebetulan dalam sebuah takdir. Pottrè Konèng berusaha menolak hasrat, tetapi batin dan jiwanya tidak menolak. Rindu dan cinta tetiba membuncah di relung jiwanya. Ia rindu kepada Pangeran Adipoday.
“Kemarilah, Dinda. Sungguh Kanda rindu kepadamu!”
“Aku juga rindu, Kanda,” jawab Pottrè Konèng tak kuasa menahan hasrat.
“Tetaplah Engkau selalu di sisiku!” Pottrè Konèng tidak menyahut. Ia hanya memgembangkan seulas senyum. Rekah bibir itu pun bermahkota mawar. Sebuah keindahan yang tak berperi.
Pottrè Konèng terjaga dari mimpi dan tidurnya. Ia bingung. Memeriksa sekeliling, tidak ada siapa-siapa. Kecuali si Mbok yang setia menemani, tertidur pulas di sisinya. Ke mana perginya si Pangeran tampan? Entahlah! Siapa sebenarnya si Pangeran rupawan? Entahlah! Dalam remang suasana gua, Pottrè Konèng terduduk lesu. Ia terus memikirkan mimpi yang datang kembali. Ia khawatir, sesuatu akan terjadi lagi pada dirinya.
“Mbok, Mbok, bangun, Mbok!” Pottrè Konèng membangunkan dayangnya.
“Eh, iya, iya!” Tergeragap si Mbok bangun dari tidurnya. “Ada apa, Ratu?” Masih dalam setengah kesadaran.
“Aku mimpi lagi, Mbok. Seperti yang dulu.” Cerita Pottrè Konèng kepada si Mbok satu-satunya orang yang ada di sisinya.
“Oh, mimpi?” Jawab dayang santai. “Tidak usah dipikirkan. Hanya bunga tidur, Ratu!”