Taufiqurrahman
Dalam masyarakat Madura high power distance lah yang dominan sebab yang dipandang memiliki kekuasaan atas masyarakat yang lain adalah seorang yang memiliki pengetahuan yang lebih tentang agama Islam dibanding orang kebanyakan seperti Kyai atau Ustadz. Mereka akan lebih cenderung pada apa yang ustadz atau kyai itu katakan dan suruh. Pemerintah setempat meskipun ada namun, seolah-olah tidak ada kecuali yang berada pada pemerintahan itu adalah para ustadz atau kyai. Karena pemerintahan itu hanya sebatas formalitas.
Dalam penyelesaian berbagai masalah yang terjadi dikalangan masyarakat Madura, mereka lebih suka menyerahkan pemecahan permasalahan mereka pada kyai atau ustadz setempat. Karena apa yang dikatakan oleh kyai atau ustadz itu sudah tentu akan mereka terima dan rela mereka laksanakan, sebab menurut mereka apa yang dikatakan oleh kyai atau ustadz mereka, itulah yang terbaik bagi mereka. Akan tetapi, bupati Bangkalan dan Pamekasan adalah seorang kyai maka hal itu tidak akan menjadi keheranan jika masyarakatnya masih mendengarkan dan mengikuti saran-saran keduanya.
Sebagaimana nilai budaya yang telah tertanam pada diri masyarakat Madura dalam ungkapan “Buppa, Babu, Guruh ban Ratoh”, bahwa setelah mereka mentaati dan tunduk kepada kedua orang tuanya, barulah mereka akan tunduk dan taat pada gurunya dalam hal ini ustadz atau kyainya. Peran dan fungsi guru atau kyai atau ustadz ini lebih ditekankan pada konteks moralitas terutama dalam aspek ketentraman dan penyelamatan diri dari siksaan di alam akhirat. Oleh karena itu, ketaatan masyarakat Madura kepada figur kyai atau ustadz ini menjadi penanda khas budaya masyarakat Madura yang tidak perlu diragukan lagi keabsahannya.