Pada mulanya pemerintahan kolonial ini tidak diterima oleh masyarakat, hal ini ditunjukkan dengan sikap mereka yang pindah dari Pamekasan (1858) ke Jawa. Jumlah mereka ini ribuan, mereka baru kembali setelah menyadari bahwa keadaan tidak seburuk yang mereka duga.
Masuknya pemerintahan langsung ini mengakibatkan terbukanya pulau Madura. Pemerintah memperbaiki infra struktur seperti perluasan dan perkembangan jalan. Pertanian dirangsang untuk semakin berkembang dengan dibangunnya dam, waduk dan saluran-saluran irigasi. Pemerintah kolonial juga membentuk dinas pertanian dan dinas peternakan.
Pada tahun 1806 beberapa tuan tanah Eropa datang mengadu untung ke Madura. Mereka menyewa tanah untuk membuka perkebunan tebu akan tetapi usaha mereka ini gagal, karena penduduk lokal tidak siap.
Pemerintah kolonial memodernisasi produksi garam dan pada tahun 1989 membangun pabrik garam briket di Kalianget. Kemudian perusahaan swasta Belanda Madura Stoostra Matschapij membuka jaringan kereta api antara Kamal dengan Kalianget.
Petani pada saat itu juga mulai menanam tanaman lain selain untuk kepentingan sendiri. Pada saat itu mulailah proses komersialisasi, walaupun masih dalam skala kecil. Komoditas yang paling penting pada saat itu adalah tembakau.
Mulai saat itu kita bisa menandai adanya perkembangan dalam produksi, selain adanya produksi subsisten juga berkembang ekonomi marginal. Pada saat itu petani mempunyai tanah luas memberikan kesempatan kepada petani kecil untuk bekerja sama. Mereka tidak lagi bekerja dalam keluarga akan tetapi sudah meluas. Sistem ini bukan saja terjadi, di sektor pertanian akan tetapi juga di bidang perikanan yang menggunakan teknik penangkapan ikan yang baru dengan perahu yang lebih besar.