Kaidah ushul fiqih menyatakan “Memelihara yang lama yang bernilai baik, dan mencari yang baru yang lebih baik ‘ Dari kaidah mi, memelihara nilai lama yang tidak cocok dengan zaman, seperti sikap tidak ilmiah, irasional, emosional feodal, mengulur- ulur waktu, dan lain-lain, jelas harus ditinggalkan karena tidak sesuai dengan semangat zaman. Sedangkan silat andhap asor, abhantal syahadat asapo ’ iman, bajeng ajar nyare elmo, luman, jujur, dan lain-lain, tetap dipelihara, dan direvitalisasi. Di samping itu mengadakan dialog budaya dengan etnik lain dan bangsa lain secara kreatif sangatlah diperlukan agar muncul nilai-nilai dan formula baru vaug lebih cocok bagi orang Madura yang hidup di era tahun 2000-an.
[junkie-alert style=”yellow”] Dalam bidang pendidikan, barangkali anak-anak Madura membutuhkan pendidikan keterampilan (skill) untuk bisa mengurus, merawat dan memakmurkan pulaunya sendiri. Sekolah-sekolah umum maupun sekolah agama yang tidak rajin mengajar siswa bertani dan melaut, mungkin hanya akan mencetak anak-anak yang tidak bisa mengucurkan keringat di tanah kelahirannya sendiri. [/junkie-alert]
Padahal pada akhir abad ke-15, Savid Ahmad Badhawi yang mendirikan pesantren di Parsanga, Sumenep, tidak hanya mengajar agama dan akhlak saja, tetapi juga mengajar etos kerja dan bercocok tanam dengan cara lebih baik dari cara bertani orang Madura sebelumnya. Di pesantren itu pendidikan memakmurkan bumi dilancarkan. Karena upaya pembaruan cara bertam itu berhasil Savid Ahmad Badhawi mendapat julukan “Pangeran Katandur”. Istilah “katandur ’ berasal dari tandur (Madura) yang artinya tanam.
Apa yang dilakukan Pangeran Katandur itu, adalah pendidikan yang berupaya memberi jawaban konkrit terhadap tantangan lokalitas. Model pendidikan seperti itu masih relevan untuk dikaji, karena pendidikan yang tidak memacu memberi jawaban koakrit terhadap tantangan lokal, bisa jadi menghasilkan banyak pengangguran.
Ketika masyarakat Madura memandang hari esok, tentu dituntut untuk menyadari kekurangan-kekurangannya sendiri, agar bisa merawat dan merias bumi Madura sesuai dengan tuntutan alam Madura itu masa depan. Kebudayaan yang sehat adalah yang bisa memberi jawaban terhadap tuntutan itu baik yang mendesak maupun vang jangka panjang, karena perjalanan waktu selalu punya masalah kontekstual yang harus ditangani secara effektif dan efisien.