Dari raja-raja yang pernah berkuasa di Sumenep, Abdurrahman adalah satu-satunya raja yang mendapatkan gelar Sultan. Gelar Sultan itu diberikan oleh pemerintah Inggris melalui wakilnya di Hindia Belanda. Disebutkan beberapa sumber, pemberian gelar sultan didasari oleh kemampuannya dalam bidang agama, keilmuan, dan bahasa. Bila dilihat dari periode kepemimpinannya, 1811-1854, Sultan Abdurrahman menjadi raja Sumenep atas dua masa penjajahan kolonial, yakni Inggris (1811-1816) dan Belanda.
Sultan Abdurrahman adalah putra kedua (8 bersaudara) dari raja Sumenep sebelumnya, Raden Ario Atmajanegara atau Tumenggung Aria Natakusuma I atau yang masyhur dengan nama Panembahan Somala dan bergelar Pangeran Natakusuma I setelah perang Blambangan. Sultan Abdurrahman sejatinya diwarisi oleh keberhasilan orangtuanya. Dikisahkan di dalam Babad Sumenep, Blambangan dan Panarukan berhasil dibuat tunduk pada Panembahan Somala. Pada masa Panembahan Somala pula, selama enam tahun, masjid berhasil didirikan di sebelah barat alun-alun kota Sumenep.
Sebenarnya, sebelum suksesi kepemimpinan dari Panembahan Somala kepada Sultan Abdurrahman, suksesi kepemimpinan sempat diberikan kepada Ario Kusumadiningrat atau Tumenggung Nataningrat, yang merupakan putra pertama dari Panembahan Somala. Menurut Babad Sumenep, Tumenggung Nataningrat tidak mengikuti perintah ayahnya sehingga membuat ayahnya sakit. Para pegawai kerajaan juga merasa kecil hati, sehingga Tumenggung Nataningrat dipindah ke Gembung (Pasuruan). Suksesi kepemimpinan pun diganti oleh adiknya Raden Ario Tirtadiningrat (Sultan Abdurrahman). Akan tetapi, beberapa sumber menyebutkan bahwa Tumenggung Nataningrat dipindahtugaskan oleh kolonial menjadi bupati di Pasuruan, sehingga kursi kepemimpinan di Sumenep diganti oleh Sultan Abdurrahman.[21]
Pada tahun 1811 Inggris datang ke pulau Nusantara menggantikan sementara kolonisasi Belanda. Kekuasaan-kekuasaan Belanda di Nusantara pun beralihtangan ke Inggris, termasuk Sumenep. Kedatangan Inggris di Sumenep disambut perlawanan oleh penduduk setempat. Digambarkan dalam Babad Sumenep bahwa kedatangan pertama Inggris di Sumenep membuat penduduk setempat berlarian, termasuk para serdadu Belanda bersama anak dan istrinya. Para penduduk Sumenep pun dikerahkan oleh raja melalui patihnya, Kyai Mangon, untuk melawan Inggris, namun perlawanan berakhir dengan kekalahan Sumenep yang memakan banyak korban, termasuk Kyai Mangon sendiri yang wafat di Loji karena terluka parah. Orang Sumenep banyak menggambarkan perlawanan itu dengan mengatakan “Inggris dhateng, Ke Mangon mate e Loji” (Inggris datang, Kyai Mangon mati di Loji).
Perlawanan awal rakyat Sumenep atas kedatangan Inggris tersebut tidak membuat hubungan antara Sumenep dan Inggris renggang begitu saja. Pembagian kekuasaan daerah Nusantara oleh Inggris atas empat wilayah, yaitu Malaka, Sumatera Barat, Maluku, dan Jawa (termasuk pula Madura, Banjarmasin, Makassar, dan Sunda Kecil) membuat hubungan antara penguasa Sumenep dan Inggris terjalanin dengan baik. Pimpinan Jawa dan sekitarnya, Letnan Gubernur Jenderal Thomas Stamford Raffles, yang pada saat itu menulis masterpiece-nya, The History of Java, sering menjalin hubungan baik dengan Sultan Abdurrahman sebagai penguasa Sumenep.
Hubungan itu terjalin berkat wawasan luas dan kemampuan Sultan Abdurrahman dalam menguasai beberapa bahasa, yaitu Madura, Jawa Kawi, Melayu, Arab, Sansekerta, dan Belanda.[21] Karena hal itu Sultan Abdurrahman menjadi orang kepercayaan Raffles. Salah satu pertolongan Sultan Abdurrahman terhadap Raffles yang seringkali ditulis oleh beberapa sumber sejarah adalah permintaan Raffles kepada Sultan Abdurrahman untuk membaca tulisan Sansekerta dalam sebuah batu yang ditemukan di Bali. Tulisan di batu itu tidak dapat dibaca oleh seorang pun. Dengan kemampuannya, Sultan Abdurrahman mampu menerjemahkan tulisan itu ke dalam bahasa Melayu.
Setelah dua tahun dan dicocokkan dengan terjemahan dari seorang ahli bahasa di India, Sultan Abdurrahman menerima surat balasan dari Raffles yang menyatakan bahwa terjemahan Sultan Abdurrahman benar. Atas hasil dari kemampuannya itu, Sultan Abdurrahman mendapat gelar Letterkundige, yang ditetapkan dengan besluit, yang merupakan gelar doktor kesusastraan dari pemerintah Inggris. Kemudian batu bertulis sansekerta itu dikenal dengan sebutan Prasasti Lord Minto. Selain gelar, Sultan Abdurrahman juga diberikan kereta kencana dan beberapa lempengan emas. Namun lempengan emas itu hanya diambil satu, yaitu yang berbentuk sepatu kuda.[22]
Sultan Abdurrahman giat memberikan data dan informasi kepada Raffles mengenai kebutuhan-kebutuhan dalam penggarapan buku The History of Java. Dalam bidang keagamaan, Sultan Abdurrahman juga memiliki kemampuan yang tinggi. Bila datang ke museum di kota Sumenep, pengunjung dapat menemukan kitab suci Al-Qur’an berukuran besar hasil tulisan tangan Sultan Abdurrahman. Menurut cerita yang beredar di masyarakat Sumenep, pada masa kekuasaannya Sultan Abdurrahman dapat menjaga keseimbangan ekonomi untuk masyarakatnya.
Selain Sultan Abdurrahman, Raden Saleh Nataadiningrat, ipar dari Sultan Abdurrahman, juga banyak memberikan kontribusi terhadap upaya-upaya pembukuan Raffles. Raden Saleh Nataadiningrat memiliki kemampuan seperti Sultan Abdurrahman di bidang bahasa. Sama seperti Sultan Abdurrahman dalam menerjemahkan informasi-informasi untuk buku The History of Java, Raden Saleh Nataadingrat juga membantu menerjemahkan Bharatayudha. Bahkan ia mampu menerjemahkan bahasa Jawa langsung ke dalam bahasa Inggris. Dengan kemampuan itu, Sumenep mendapatkan tempat yang tinggi dibandingkan kerajaan-kerajaan lainnya.
____________________
21 Abdurachman, Sejarah Madura Selayang Pandang, Sumenep, 1971 hal. 39.
22 Iskandar Zulkarnain, dkk., Op.Cit., hal. 136.
Tulisan bersambung:
- Masa Kejayaan Kerajaan Sumenep Pra Islam
- Raja-raja Sumenep yang Berkuasa Masa Pra Islam
- Peperangan Periode Koloneal di Tanah Sumenep
- Kerajaan Sumenep Masa Periode Islam
- Masa Keemasan Zaman Sultan Abdurrahman
- Pengaruh Islam dalam Sistem Birokrasi Pemerintahan Sumenep
- Hubungan Kerajaan Sumenep dengan Belanda
- Pengawasan VOC Tidak Seketat Madura Barat
- Konflik yang Mengakibatkan Keruntuhan Kerajaan Sumenep