Penggambaran media mengenai kelompok minoritas tidak jarang diperlakukan secara stereotipis atau merendahkan. Stereotip terhadap kelompok minoritas terjadi baik di media cetak, elektronik, film, buku-buku pelajaran, ataupun media lainnya. Stereotip meng indikasikan bahwa media dapat mengutamakan streotip dan stereo tip inilah kemudian mempengaruhi pemahaman orang. Berbagai streotip tersebut mempengaruhi bagaimana kita membuat penilaian terhadap orang dari kelompok yang dikenai stereotip (Bryant dan Zallman, 2002:102-103).
Terkait dengan hal diatas, Rakhmat (2005:224-227) menjelaskan peran media massa dalam membentuk stereotip:
- Media massa menampilkan realitas kedua. Informasi ditampil kan oleh media massa berdasarkan seleksi yang dilakukan oleh lembaga media yang bersangkutan. Hal ini mengakibatkan khalayak membentuk citra lingkungannya berdasar realitas kedua yang ditampilkan media massa
- Media massa memberikan status. Seseorang atau kelompok bisa mendadak terkenal karena diliput secara besar-besaran oleh media. Sebaliknya orang terkenal mulai terlupakan karena tidak diliput oleh media.
- Media massa menciptakan stereotip. Adanya proses seleksi informasi dalam media, maka media massa turut mempengaruhi pembentukan citra yang bias dan tidak cermat sehingga menimbulkan stereotip.
Lebih lanjut Rakhmat (2005:227) menyatakan bahwa pengaruh media tidak berhenti sampai pada mempertahankan citra yang sudah dimiliki khalayaknya. Media massa mencerminkan citra khalayak dan khalayak memproyeksikan citranya pada penyajian media massa. An example is the public perception that youth crime is on rise, or out of control. Jadi ada hubungan transaksional antara khalayak yang menjadi objek pencitraan, dengan media yamg menjadi subjek/pelaku pencitraan.
Stereotip Orang Madura
Streotip ialah salah satu bentuk hambatan dalam komunikasi antar budaya. Stereotip merupakan sebuah pengeneralisasian terhadap individu-individu yang berada dalam suatu kelompok tanpa informasi yang memadai dengan mengabaikan karakteristik individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut. Streotip identik terhadap perbedaan suku, ras, etnis, kelompok agama/ kepercayaan. Sikap dalam komunikasi yang berdasarkan streotip jelas akan menghambat teradinya komunikasi yang efektif dan harmonis.
Streotip dapat positif maupun negatif. Streotip yang merujuk sekelompok orang sebagai orang malas, kasar, jahat atau bodoh jelas-jelas merupakan stereotip negatif. Tentu saja ada stereotip yang positif, seperti asumsi pelajar dari Asia yang pekerja keras, berkelakuan baik, dan pandai. Bagaimanapun, karena stereotip memepersempit persepsi kita, maka stereotip dapat mencemarkan komunikasi antarbudaya. Hal ini karena stereotip cenderung untuk menyamaratakan cirri-ciri sekelompok orang, Misalnya, kita tahu bahwa tidak semsua pelajar Asia yang pekerja keras, dan pandai, dan tidak ada sekelompok orang yang semuanya adalah malas.
Kesulitan komunikasi akan muncul dari penstereotipan (stereotyping), yakni menggeneralisasikan orang-orang berdasarkan sedikit informasi dan membentuk asumsi orang-orang berdasarkan keanggotaan mereka dalam suatu kelompok. Dengan kata lain, penstereotipan adalah proses menempatkan orang-orang ke dalam kategori-kategori yang mapan, atau penilaian mengenai orang-orang atau objek-objek berdasarkan kategori-kategori yang sesuai, ketimbang berdasarkan karakteristik individual mereka. Banyak definisi stereotype yang dikemukakan oleh para ahli, kalau boleh disimpulkan, stereotip adalah kategorisasi atas suatu kelompok secara serampangan dengan mengabaikan perbedaan-perbedaan individual. Kelimpik-kelompok ini mencakup : kelompok ras, kelompok etnik, kaum tua, berbagai pekerjaan profesi, atau orang dengan penampilan fisik tertentu. Stereotip tidak memandang individu-individu dalam kelompok tersebut sebagai orang atau individu yang unik. Contoh stereotip :
- Laki-laki berpikir logis
- Orang berkaca mata minus jenius
- Orang batak kasar
- Orang padang pelit
- Orang jawa halus-pembawaan
- Orang Madura keras