Menurut Baron dan Paulus ada beberapa faktor yang menye babkan adanya stereotip. Pertama, sebagai manusia kita cenderung membagi dunia ini ke dalam dua kategori: kita dan mereka. Karena kita kekurangan informasi mengenai mereka, kita cenderung menyamaratakan mereka semua, dan mengangap mereka sebagai homogen. Kedua, stereotip tampaknya bersumber dari kecen derungan kita untuk melakukan kerja kognitif sedikit mungkin dalam berpikir mengenai orang lain. Dengan kata lain, stereotip menyebabkan persepsi selektif tentang orang-orang dan segala sesuatu disekitar kita. Stereotip dapat membuat informasi yang kita terima tidak akurat.
Pada umumnya, stereotip bersifat negatif. Stereotip tidak ber bahaya sejauh kita simpan di kepala kita, namun akan bahaya bila diaktifkan dalam hubungan manusia. Stereotip dapat menghambat atau mengganggu komunikasi itu sendiri. Contoh dalam konteks komunikasi lintas budaya misalnya, kita melakukan persepsi stereotip terhadap orang padang bahwa orang padang itu pelit. Lewat stereotip itu, kita memperlakukan semua orang padang sebagai orang yang pelit tanpa memandang pribadi atau keunikan masing-masing individu. Orang padang yang kita perlakukan sebagai orang yang pelit mungkin akan tersinggung dan memung kinkan munculnya konflik. Atau misal stereotip terhadap orang batak bahwa mereka itu kasar. Dengan adanya persepsi itu, kita yang tidak suka terhadap orang yang kasar selalu berusaha menghindari komunikasi dengan orang batak sehingga komunikasi dengan orang batak tidak dapat berlangsung lancar dan efektif. Stereotip terhadap orang afrika-negro yang negatif menyebabkan mereka terbiasa diperlakukan sebagai kriminal. Contohnya, di Amerika bila seseorang (kulit putih) kebetulan berada satu tempat/ruang dengan orang negro mereka akan, secara refleks, melindungi tas atau barang mereka, karena menggangap orang negro tersebut adalah seorang pencuri. Namun, belakangan, stereotip terhadap orang negro sudah mulai berkurang terleih sejak presiden amerika saat ini juga keturunan negro. Orang Indonesia sendiri di mata dunia juga sering distereotipkan sebagai orang-orang ’anarkis’ ’bodoh’, konservatif-primitif, dan lain-lain.
Bentuk-bentuk stereotip ertnis Madura antara lain mengata kan bahwa orangMadura itu keras perilakunya, kaku, eksperesif, temperamental, pendendam, dan suka melakukan tindak kekerasan. Dan parahnya stereotype semacam ini sering kali mendapatkan pembenaran, ketika terjadi kasus-kasus kekerasan dimana pela kunya adalah orangMadura.
“orang Madura kasar, keras, kurang suka bergaul dengan orang lain, cenderung mementingkan diri sendiri”
Namun harus diakui, bahwa perangai, sikap dan perilaku orang Madura yang pada dasarnya sangat tegas kemudian terim plementasikan dalam perangai, sikap dan perilaku spontan dan ekspresif ini kadangkala muncul dalam takaran yang agak berlebihan sehingga makna ketegasan yang terkandung di dalamnya bergeser menjadi “kekerasan”. Namun pergeseran ini tidak mungkin terjadi tanpa ada kondisi-kondisi yang membentuknya. Kondisi social budaya yang paling kuat adalah ketika orang Madura merasa dilecehkan harga dirinya sehingga membuat merasa tada’ ajhina (tidak berguna/tidak bermanfaat)
“orang Madura pekerja keras, pekerja kasar, suka merantau,”
Masyarakat Madura baik yang berada di Madura maupun di luar Madura dikenal memiliki etos kerja yang sangat ulet dan tang guh serta semangat keagamaan yang tinggi. Orang Madura tidak akan sungka menyingsingkan lengan baju untuk mendatangi atau menerima suatu pekerjaan yang hal itu tercermin dalam peribahasa “temon nangtang lalap” (ketimun menantang untuk dibuat lalap). Karenanya mereka kemudian bekerja apa saja dan seberat apapun asalkan tidak melanggar agama. Dengan kata lain orang Madura tidak akan menganggap pekerjaan sebagai sesuatu yang berat, kurang menguntungkan atau hina selama kegiatannya bukan ter golong maksiat yang hasil akhirnya adalah halal.
Etos kerja pada orang Madura, bahwanya orang Madura ada lah pekerja keras, tetapi disisi lain stereotip yang melekat adalah mereka (orang Madura) identik dengan pekerjaan yang membu tuhkan keterampilan sedikit, pekerja kasar dan serabutan. Akan tetapi keuletannya dalam suatu pekerjaan membuat mereka (orang Madura) sukses dalam materi dan kekayaan.