Namun harus diakui, bahwa perangai, sikap dan perilaku orang Madura yang pada dasarnya sangat tegas kemudian terim plementasikan dalam perangai, sikap dan perilaku spontan dan ekspresif ini kadangkala muncul dalam takaran yang agak berlebihan sehingga makna ketegasan yang terkandung di dalamnya bergeser menjadi “kekerasan”. Namun pergeseran ini tidak mungkin terjadi tanpa ada kondisi-kondisi yang membentuknya. Kondisi social budaya yang paling kuat adalah ketika orang Madura merasa dilecehkan harga dirinya sehingga membuat merasa tada’ ajhina (tidak berguna/tidak bermanfaat)
“orang Madura pekerja keras, pekerja kasar, suka merantau,”
Tulisan bersambung:
Masyarakat Madura baik yang berada di Madura maupun di luar Madura dikenal memiliki etos kerja yang sangat ulet dan tang guh serta semangat keagamaan yang tinggi. Orang Madura tidak akan sungka menyingsingkan lengan baju untuk mendatangi atau menerima suatu pekerjaan yang hal itu tercermin dalam peribahasa “temon nangtang lalap” (ketimun menantang untuk dibuat lalap). Karenanya mereka kemudian bekerja apa saja dan seberat apapun asalkan tidak melanggar agama. Dengan kata lain orang Madura tidak akan menganggap pekerjaan sebagai sesuatu yang berat, kurang menguntungkan atau hina selama kegiatannya bukan ter golong maksiat yang hasil akhirnya adalah halal.
Etos kerja pada orang Madura, bahwanya orang Madura ada lah pekerja keras, tetapi disisi lain stereotip yang melekat adalah mereka (orang Madura) identik dengan pekerjaan yang membu tuhkan keterampilan sedikit, pekerja kasar dan serabutan. Akan tetapi keuletannya dalam suatu pekerjaan membuat mereka (orang Madura) sukses dalam materi dan kekayaan.
Orang Madura mempunyai semangat untuk melakukan perantauan kemana pun. Di tanah rantau pun, orang Madura masih tetap dikenal sebagai sosok yang rajin, ulet dan berkinerja tinggi. Karakter danm sifat lain yang juga melekah pada orang Madura adalah perilaku yang selalu apa adanya dalam bertindak. Suara yang tegas dan ucapan jujur serta apa adanya kiranya merupakan suatu bentuk keseharian yang bisa dirasakan ketika berkumpul dengan orang Madura.
Pandangan atau penilaian mengenai sifat-sifat dan watak atau karakter orang Madura oleh orang-orang luar Madura yang bersifat subjektif dan cenderung tidak tepat serta negatif karena tidak lengkapnya informasi yang diterimaoleh orang-orang luar Madura tersebut.Timbulnya berbagai stereotip negatif tentang etnis Madura seperti tergambar diatas, merupakan akibat dari perkembangan ekonomi dan politik yang penuh anakronisme atau tidak bersesuaian dengan gerak zaman ini, serta segala sesuatu yang terkait dengannya, secara langsung atau tidak langsung sangat penting perannya dalam menentukan gambaran yang terbentuk tentang orang Madura. Mereka lalu di pandang sangat terbelakang dan primitive, tak ubahnya dengan orang yang datang dari waktu lain dan dunia lain.
Streotip etnis Madura tampak sebagaimana diungkapkan oleh E.A. Nadjib (2005:3-4) yang memandang orang Madura tampak sebagai “the most favourable people” yang watak dan kepribadian tertentunya di puji dan dikagumi dengan setulus hati. Tidak ada kelompok masyarakat di bumi ini yang dalam menjaga perilaku dan moral hidupnya begitu berhati-hati seperti diperlihatkan orang Madura. Mereka sangat bersungguh-sungguh dan lugu serta lugas dalam berkata-kata. Oleh karena itu, kalau orang Madura menyatakan sesuatu maka memang demikianlah isi hati pikirannya, dan jika mengungkapkan suatu bentuk sikap tertentu biasanya karena memang begitulah muatan batinnya.
Penggambaran media tentang suatu kelompok yang mengan dung stereotip dapat mempengaruhi persepsi kelompok lain menge nai dunia luar. Kita tidak pernah benar-benar mempunyai penga laman langsung dengan pelbagai aktivitas atau kelompok orang di dunia nyata. Melalui penggambaran di media inilah, kita mema hami, berpikir dan membentuk tanggapan kita terhadap dunia luar.
Tulisan bersambung: