Sederhana Dibanding Bali
Meski sama-sama Hindu, namun sejumlah praktik umat Hindu di Dusun Bongso Wetan tidak persis sama dengan saudara mereka di Bali. Di Bali, Hari Raya Galungan adalah hari raya terbesar. Sementara bagi umat Hindu di Bongso, Nyepi adalah perayaan paling meriah. “Kami hanya sembahyang di pura saja saat galungan, sementara umat Hindu di Bali menggelar upacara besar,“ kata Saptono.
Secara teologis, baik galungan maupun nyepi penting bagi umat Hindu. Galungan adalah hari penciptaan alam semesta, juga lambang kemenangan dharma (kebaikan) dari adharma (keburukan). Sementara, nyepi adalah pergantian tahun yang berarti pergantian dari kealpaan menuju perbaikan. Secara umum, masyarakat Hindu Bongso menganut kebiasaan ritual yang lebih sederhana dibanding Bali. Warga yang meninggal, misalnya, langsung dikubur. Tidak pernah dilakukan upacara ngaben (mengkremasi jenazah secara Hindu) di Bongso.
“Kami tidak biasa. Lagi pula upacara aben itu sangat-sangat mahal,“ kata Saptono. “Sekali aben bisa habis hingga di atas Rp 100 juta. Itu berat bagi kami. Bagi umat Hindu Bali pun demikian. Karena itu banyak yang baru bisa melakukan upacara aben setelah beberapa tahun sejak kematian keluarganya,“ kata ayah 4 anak ini.
Bukan hanya ngaben, upacara pangur pun jarang dilakukan di Bongso. Pangur adalah upacara meratakan gigi taring hingga tak lagi memiliki bagian yang runcing. Ngilu, tentu. Namun, rasa ngilu yang kadang bertahan hingga sepekan itu harus ditanggung untuk melenyapkan runcing taring yang dianggap sebagai perlambang hawa nafsu penggoda manusia pada kejahatan. Dengan pangur, tendensi ke arah kejahatan dan asusila bisa dikurangi.
“Pangur juga bukan upacara yang murah. Beberapa waktu lalu saya dan 2 saudara sepupu saya di-pangur. Biaya yang kemi keluarkan sekitar Rp 75 juta,“ kata Yuli, warga Hindu Surabaya berdarah Bali. Upacara pangur-nya juga dilangsungkan di rumah keluarga besarnya di Bali.
Di Bongso ada juga yang menggelar upacara pangur, namun jumlahnya sedikit sekali. Samiun (28) salah satunya. Pemuda lajang ini juga belum di-pangur. “Yang penting kami bisa menahan nawa nafsu. Percuma bila di-pangur namun tak bisa menjaga hawa nafsu sendiri,“ kata pemuda itu saat ditemui di Pura Kerta Bumi, Dusun Bongso Wetan.
Yang juga berbeda adalah banten alias sesajen. Banten di Bali, dalam kesempatan apa pun, selalu lebih banyak dan beragam dibanding di Bongso. “Tapi itu tidak jadi masalah. Desa kala patra,“ kata Saptono mengutip pepatah yang kurang lebih sama artinya dengan “lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya“.
weh… di madura juga ada yaa..
Yang rukun saja
Mohon maaf sebelumnya, kita umat hindu berbuat baik tujuannya bukan mencari surga tetapi MOKSA, hidup kembali ke dunia ini adalah dalam misi perbaikan apa yang telah kita perbuat terdahulu.
Ya kita memahami, ini masalah persaudaraan antar umat beragama
Saya orang Bali, Menjadi Hindu tidak harus mahal, jangan tiru di bali karena memang mereka kreatif dan berkemampuan. Bukan karena kemewahan ritual orang dapat sorga, tetapi baik atau buruknya perbuatan kita yang menentukan diri dan perjalanan roh kita menuju sorga atau neraka. Menurut Weda, Tuhan ada dimana-mana meresap disemua relung ruang dan waktu ciptaan-Nya (wiyapi wyapaka), maka sorga dan neraka ada dimana-mana baik di dunia tempat kita hidup ini maupun di akhirat alam maya. Untuk mencapai sorga tidak perlu naik ini naik itu sebagai syarat, cukup dengan berbuat sebaik-baiknya terhadap sesama, alam lingkungan sekitar, dan rajin berdoa kepada Tuhan, sudah pasti di dunia ini pun kebahagiaan hidup (sorga) sudah kita nikmati, jangan berbuat buruk misalnya mencuri ketahuan ditangkap maka neraka (penjara) kita jumpai. dan yang penting kita memiliki 5 keyakinan (panca sradha) yaitu percaya adanya Tuhan, Atma, Punarbawa, Karmaphala, Moksa.
Semua ajaran agama untuk menuju kebaikan, dengan sangsi bila melanggar akan dapat akibatnya (neraka), bila melaksanakan dengan benar akan dapat (surga). Dalam tulisan diatas merupakan catatan peristiwa yang perlu dikenal dan dipahami semua pihak, tanpa mempengaruhi nilai ritualitas keagamaannya.