Kedua, pembenahan SDM harus didukung oleh pembenahan aspek sosial budaya. Rendahnya minat masyarakat untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi mengakibatkan rendahnya kualitas SDM di Madura. Hal ini dilatarbelakangi ukuran sukses bagi masyarakat Madura adalah memiliki harta yang berlimpah, sedangkan seseorang yang mempunyai tingkat intelektualitas dan tingkat pendidikan yang tinggi tidak dianggap sebagai orang sukses. Paradigma ini perlu diubah lewat pendekatan sosiokultural.
Membangun masyarakat dari wacana berpikir yang statis tradisional menjadi dinamis rasional merupakan proses kegiatan pembangunan masyarakat desa/kota yang memerlukan penyuluhan masyarakat. Bentuknya bervariasi, mulai pendidikan formal dan nonformal, penyuluhan pembangunan, komunikasi pembangunan, pendidikan kesejahteraan keluarga, demokrasi, pendidikan keterampilan, dan lain-lain.
Ketiga, penyiapan infrastruktur pendukung pembangunan. Pembangunan infrastruktur hendaknya tidak berorientasi pada aspek keuntungan belaka, tetapi hendaknya mempertimbangkan pula aspek sosial. Jika para investor hanya berorientasi pada keuntungan, bisa dikatakan pembangunan Jembatan Suramadu bukan untuk membangun masyarakat Madura, tetapi membangun di Madura.
Dalam konteks inilah seluruh pemangku kepentingan di Madura perlu dilibatkan. Terutama para ulama yang merupakan figur sentral dalam masyarakat Madura. Dengan demikian, harapan untuk menyejahterakan masyarakat Madura bisa terwujud nyata.
Achmad Faiz, Alumnus Pascasarjana Ilmu PSDM Universitas Airlangga
Sumber: Kompas, 2006
Selamat malam, Kak… Nama saya Fitria. Saya mahasiswi fakultas psikologi salah satu universitas di Jakarta. Says sangat tertarik den gan artikel yang kakak buat ini. Apabila saya ingin berdiskusi lebih lnjut dengan kakak, bolehkah saya me minta alamat email kakak yang da pat dihubungi? Terimakasih sebelumnya.
syafanton@gmail.com dan atau ikuti: https://www.facebook.com/syafanton