Oleh Syaf Anton Wr.
Dibanding kehidupan sastra Indonesia modern yang makin tampak perkembangannya akhir-akhir ini di Madura, maka sastra Madura justru banyak mengalami hambatan dan kendala. Permasalahan ini kerap terjadi perbincangan serius di kalangan masyarakat sastra sendiri, namun sebegitu jauh, belum menemukan alternatif dan solusi dalam melestarikannya. Padahal pada masanya, sastra Madura pernah menemukan jati diri sehingga banyak ka1angan peneliti dan pemerhati, baik dan luar maupun negeri sendiri mencoba menganalisis dengan berbagai kepentingannya.
Dalam memposisikan kehidupan sastra Madura, ada berupa tahapan dalam menandai kurun waktu perkembangannya, meski tahapan ini sangat relatif sebagai strandart baku untuk sebuah kriteria. Sebab pada priode paling akhir belum didapat buku-buku standart yang mengurai perkembangan sastra Madura. Namun untuk mendekati tahapan tersebut maka Drs. M. Hariyadi mengklasifikasi perkembangan sastra Madura dalam periodisasi sebagai berikut :
- Periode I : sampai tahun 1920-an
- Periode II : tahun 1920 sampai 1945-an
- Periode III : tahun 1945 sampai sekarang (disebutkan 1977)
Dalam preodisasi tersebut meliputi :
- Sastra Madura lama : dari sastra kuno sampai 1920-an
- Sastra. Madura baru : tahun 1920 sampai 1945-an
- Sastra Madura modern : tahun 1945 sampai sekarang
(dalam perkembangan terakhir 1977 sampai sekarang belum tam¬pak adanya perkembangan yang nampak, kalaupun ada hanya sebatas percik-percik yang kurang tampak)
Dari periodisasi tersebut terdapat ciri-ciri yang membeda¬kan, antara lain :
- Pada periode I dan II sangat memperhatikan kaidah-kaidah (ba¬hasa baku) dan menggunakan bahasa halus. Namun pada periode III kedua hal tersebut tidak diperhatikan lagi.
- Pembeda ketiga priode tersebut, yaitu pada periode I dan II, rasa ke-Indonesiaannya sangat langka, sedang untuk periode III, rasa ke-Indonesiaannya sangat tampak dan dominan.
- Untuk periode I (sastra Madura lama), menurut para peneliti pada umumnya banyak dilakukan (ditulis), oleh bangsa asing, sedang periode II (sastra Madura baru) mulai muncul beberapa nama pengarang Madura. Karya terjemahan mulaimasuk di dalam sastra Madura (terutama Eropa) dan dari bahasa daerah terutama bahasa Jawa, Sunda dan Melayu. Dalam periode III (sastra Madura modern), banyak dilakukan oleh peneliti dan pengarang yang umumnya dari putra-putra Madura. sendiri atau suku lainnya yang ber¬minat terhadap bahasa dan sastra Madura.
Sebagai contoh beberapa pengarang dan karyanya dalam setiap periode :
Periode I (Sastra Madura Lama)
- Een Madoereesch Minnedicht, A.A. Fokker, 1894
- De Indlandsche Rangen en Titels of Java en Madura, INC van den Berg, 1887
- Nederlancsh Madoereesch Woordenboek, H-N. Kiliaan, 1898
- Tjara Madoera ; Madoereesch Lessen en oefeningen ten behoeve van a.s. Planters in Oost Java, S. van der Molen, tahun 1938
Periode II (Sastra Madura Baru)
-
- Maesak Apa Marosak, M. Wirjo Wijoto – Weltevreden (terjemahan), 1927
- Tjaretana Babad Basoke, M.S. Djojo Hamisastro Surabaya, tahun 1941
- Ambya Madoera Nabbi Idris, R. Sosrodano, Koesomo Surabaya tahun 1941
- Tjolok (Boekoe Batja’an Kaanggoej ka oreng Madoera Lowaran, M, Wirjoasmoro – Weltevreden, 1922
- Boekoe Sae Bhak-tebbhagan, Abdoelmoekti, 1931
- Saer Boer-leboeran, Moh. Ali Prawiroatmodjo, Batavia, tahun 1931