Ojhung dan Disiplin ala Penguasa
Tentu saja kita sepakat bahwa seni tarung Ojhung tidak bebas tapi juga tidak dipenjarakan. Masyarakat Batuputih kemungkinan besar masih menghayati model pemaknaan tubuh dengan cara askese. Tapi kehadiran pemerintah setempat yang turut mengatur mekanisme asketis bukanlah sesuatu yang kebetulan. Tujuannya agar pemerintah setempat bisa mengontrol dan mendisiplinkan warganya guna mencapai tujuan-tujuan politisnya.
Berbagai bentuk pelaksanaan Ojhung tanpa ijin adalah bukti masyarakat punya kepentingan yang tidak mungkin dipahami apalagi dikonsultasikan pada pemerintah. Pada posisi ini, kehadiran Ojhung sangat ambigu. Satu sisi, sebagai bukti bahwa pemerintah bukanlah rezim otoriter yang semaunya melarang kesenian lokal. Di sisi lain, ketidakpuasan akibat berbagai bentuk pendisiplinan dapat berujung pada bentuk-bentuk pelanggaran yang justru mengancam “posisi aman” pemerintah setempat.
Dengan kata lain, berbagai bentuk kekerasan fisik yang diniati sebagai penyucian memiliki sejarahnya masing-masing. Masing-masing sejarah tidak pernah lepas dari campur tangan kekuasaan yang turut menyumbangkan makna tubuh yang sesuai kepentingannya. [*] DPT( Indonesia Art News/dapunta)
(dihimpun dari berbagai sumber)