Seperti diketahui Madura tidaklah dapat memenuhi kebutuhan dasar manusianya dengan produksinya sendiri. Sudah sejak zaman penjajahan Belanda untuk mencukupi keperluan pangannya baru dilakukan pemasokan darn luar. Sebelumnya banyak orang Sumenep yang rnempunyai kerabat usaha di Besuki yang mengatur pengiriman beras, jagung dan keperluan bahan pangan Iainnya. Tetapi kegiatan itu dilarang oleh pemerintahan militer Jepang sebab perhuhungan dan perdagangan antar pulau dibatasi dengan sangat ketatnya. Karena itu Madura mengalami kekurangan pangan yang hehat sekali. Kesusahan bahan pangan ini semakin meningkat karena rakyat diharuskan menyerahkan 60% hasil panennya kepada Jepang (30% untuk kepenluan militer, 30% untuk bibit dan llumung desa yang praktis disita Jepang juga). Selanjutnya setiap hari Madura diwajibkan menyerahkan 100 ekor sapi untuk membantu pencapaian kemenangan perang.
Karena sangat herkurangnya sumber pangan rakyat terpaksa makan apa saja yang dapat dipakai untuk mengganjal perut kosong. Daun pe-ape atau api-api Avicennia cordata yang tumhuh liar di hutan bakau, bonggol pisang, batang pepaya, bayam liar, dedak kulit padi, tupal, belalang, pendeknya segala sesuatu yang dapat dimakan pasti diperebutkan orang. Daripada harus menyerahkan sapinya kepada Jepang, banyak petani yang memilih menyembelihnya secara gelap sekalipun inii berarti mereka terpaksa kehilangan tenaga kerja untuk membajak Iahannya. Produksi pangan Iebih dipersulit lagi karena banyak buruh tani Madura yang dikirim Jepang sebagai romusha atau tenaga kerja paksa ke luar daerah dan bahkan sampai ke Birma.
Untuk memperparah keadaan yang sudah tak tertanggungkan itu maka tanah-tanah pertanian diharuskan ditanami pohon jarak Ricinusininunis untuk diambil serat batang dan minyak bijinya. Kemalangan yang bertubi-tuhi itu makin diperberat oleh alam sebab kemarau tahun 1944 itu merupakan musim panas yang berkepanjangan. Karena kurang makan maka daya tahan tuhuh rakyat sangat rendah sehingga penyakit meraja lela. Gangguan kesehatan memang sangat parah dan tak dapat segera ditanggulangi sebab tidak tersedia obat-obatan sama sekali. Sebagai akibat semua keadaan tidak menguntungkan inii maka dalam waktu 3.5. tahun penjajahan Jepang itu tidak kurang dan 420.000 orang (atau sekitar 20%) penduduk Madura meninggal dunia atau hilang tak tentu rimbanya.