Karena keadaan semakin tak tertanggungkan di sana-sini timbul perlawanan rakyat. umumnya perlawanan ini ditindas dengan sangat kejamnya oleh pemenintah muliter Jepang. Pada tahun 1943 terjadi pemberontakan rakyat secara terbuka di Prajjan (dekat Sampang) yang dipimpin oleh seorang pemuka pesantrean setempat. Setelah pembangkangan ini dipatahkan maka sang kyai haji dan pernbantunya dihukum mati. Berkat laporan palsu mata-mata polisi tentara rahasia Jepang Kempetai, hanyak pemimpin pesantrean Madura lainnya juga ikut ditangkap dan dijatuhi hukurnan mati. Untung sekali bahwa sebelum hukuman mati itu dilaksanakan datang perintah dari pimpinan tentara Jepang di Jakarta yang membebaskan para tahanan yang tak berdosa itu. Pada tahun-tahun berikutnya perlawanan diam-diam terhadap pemerintahan militer Jepang sering dilakukan oleh penduduk di berbagal pelosok Madura.
Setelah menyadari kernunduran dalam medan perangnya Jepang menguhah sikap lagi dalam menghadapi orang Indonesia. Untuk terus memperoleh dukungan rakyat dalam usaha memenangkan perangnya, dijanjikanlah kemerdekaan Indonesia kelak di kemudian hari. Namun Jepang tidak pernah sempat mewujudkan janjinya itu akibat dijatuhkannya bom atom di Hiroshima dan Nagasaki. Menghadapi ancaman kehancuran total tersehut pada tanggal 15 Agustus 1945 Jepang terpaksa menyerah pada Sekutu. Dengan diam-diam PETA dibuharkan sehab pasukan bersenjata bisa berhahaya bagi Jepang yang kalah perang. Apalagi karena Jepang diharuskan Sekutu menjaga ketertiban dan mempertahankan keadaan seperti sebelum perang.
Akan tetapi berita kekalahan Jepang itu tak dapat ditutup-tutupi. Para pemuda dan pemimpin Indonesia lalu mengambil prakarsa mengenai masa depan bangsa dan negaranya di tangannya sendiri. Karena itu pada tanggal 17 Agustus 1945 diproklamasikanlah kemerdekaan Indonesia oleh para pernimpin bangsa Indonesia.
Bahan Pustaka
ABDURACHMAN. 1971. Sedjarah Madura Selayang Pandang. The Sun, Sumenep.
BENDA, H. J. 1958. The Crescent and the Rising Sun, Indonesian Islam under the Japanese Occupation 1942 —— 1945. Van Hoeve, The Hague.
KARTODIRDJO, S., POESPONEGORO, M. D. & NOTOSUSANTO, N. 1977. Sejarah Nasional Indonesia VI. Balai Pustaka, Jakarta.
NOTOSUSANTO, N. 1979. Tentara PETA pada Jaman Pendudukan Jepang di Indonesia. Gramedia, Jakarta.
ZAINALFATTAH. 1951. Sedjarah Tjaranya Pemerintahan Daerah— Daerah di Kepulauan Madura dan Hubungannja. Paragon, Surahaya.
***
Diangkat dari buku “Lintasan Sejarah Madura”, Mien A. Rifai, Yayasan Lebbur Legge, Surabaya 1993
__
Artikel bersambung: