Pojhiân Hodo sebagai Ritual Kesuburan

Formasi Pojhiân Hodo /Foto: Hidayatullah (2020)

Pojhiân Hodo adalah seni tradisi yang berbentuk ritual upacara adat. Ritual ini dilaksanakan sekitar bulan September–Oktober setiap ta- hunnya oleh masyarakat Dukuh Pariopo, Desa Bantal, Kecamatan Asembagus, Kabupaten Situbondo. Ritual Pojhiân Hodo berkaitan dengan ritual memohon kesuburan dan meminta hujan. Masyarakat di sana sebagian besar berasal dari suku Madura yang beragama Islam, sedangkan sebagian lainnya berasal dari suku Jawa. Dalam sarana komunikasi antar sesama masyarakat, mereka menggunakan bahasa Madura sebagai bahasa komunikasi sehari-hari.

Mayoritas masyarakatnya berprofesi sebagai petani juga beternak sapi, kambing, ayam, dan sebagainya. Padukuhan Pariopo termasuk daerah agraris, tetapi kegiatan pertaniannya tidak selalu berjalan baik karena kondisi tanah yang tandus dengan curah hujan rendah. Sebagai daerah agraris yang mengandalkan hujan dalam kelangsungan hidupnya, sampai saat ini masyarakat Pariopo masih mempertahankan tradisi Pojhiân Hodo sebagai budaya warisan leluhur dengan harapan dapat memberikan kesuburan untuk lahan pertaniannya.

Ritual, menurut O’Dea (dalam Hadi, 2006, 31), adalah suatu bentuk upacara atau perayaan (celebration) yang berhubungan dengan beberapa kepercayaan atau agama dengan ditandai oleh sifat khusus yang menimbulkan rasa hormat yang luhur, dalam arti merupakan suatu pengalaman yang suci. Ritual Pojhiân Hodo dapat dikatakan sebagai sebuah perayaan kultural oleh masyarakat Dukuh Pariopo yang diwariskan dari tradisi sebelumnya (nenek moyang) yang ber- fungsi dan dipercaya memberikan kesuburan.

Pada dasarnya, ritual selalu berhubungan dengan kesenian tradisi, begitu pula dengan ritual Pojhiân Hodo. Bentuk ritual Pojhiân Hodo terdiri dari kumpulan beberapa jenis seni tradisi antara lain seni musik, seni tari, seni rupa, dan seni resitasi. Berdasarkan fungsinya, Soedarsono (2010, 123) membagi seni menjadi tiga, yaitu sebagai sarana ritual, sebagai ungkapan pribadi yang pada umumnya berupa hiburan pribadi, dan sebagai presentasi estetis. Berdasarkan klasifikasi tersebut, Pojhiân Hodo termasuk seni sebagai sarana ritual.

Di Indonesia yang kental dengan nilai-nilai kehidupan agraris, banyak ditemukan berbagai macam seni yang berfungsi sebagai sarana ritual. Fungsi ritual di sini tidak hanya berkenaan dengan peristiwa siklus hidup manusia seperti kelahiran, khitan, pernikahan, dan ke- matian, tetapi juga berkenaan dengan peristiwa alam (natural) seperti kesuburan, meminta hujan, proses menanam, dan proses panen.

Bagaimana konsep pelaksanaan ritual Pojhiân Hodo, alasan pelaksana- annya, dan bagaimana pandangan masyarakat tentang permohonan meminta hujan yang berhubungan dengan kesuburan? Guna men- jawab hal itu, digunakan metode verstehen yang menganalisis objek berupa nilai-nilai kebudayaan manusia, simbol, pemikiran-pemikiran, makna, bahkan gejala sosial yang sifatnya ganda (Kaelan, 2005, 71). Nilai kebudayaan, simbol, dan pemikiran tidak dapat ditangkap oleh peneliti secara parsial.

Esensi yang harus ditangkap adalah makna yang bersifat nonempiris, holistik, dan tidak dapat ditangkap oleh indrawi. Melalui gejala empiris, yaitu fenomena budaya manusia, hakikat makna tersebut dapat ditangkap yang kemudian dianalisis dan diinterpretasi (Kaelan, 2005, 74).

Adapun hasil penerapan metode ini ialah pertama, saya me- mahami dan mengalami data terkait ritual ini secara empiris, baik berupa proses kebudayaan, teks, gejala sosial budaya, maupun gejala psikologi yang melingkupi ritual tersebut. Pada tahap pertama, saya menangkap objek tersebut berupa fenomena-fenomena pada taraf empiris, berupa data mengenai pertunjukan ritual, bentuk musik, gerakan, dan data bahasa yang ditangkap melalui syair mantranya.

Tahap pertama dapat disebut juga sebagai tahap memahami simbol (tahap simbolis) (Kaelan, 2005, 74). Kedua, data yang telah diinven- tarisasi kemudian dipahami dimensi-dimensinya, unsur-unsurnya, serta keterkaitannya dengan sistem nilai yang ada. Tahap kedua ini adalah tahap pemberian dan penggalian yang cermat tentang makna yang terkandung dalam objek. Objek berupa pertunjukan ritual

Pojhiân Hodo yang tidak hanya sekadar menampilkan nilai-nilai estetis, tetapi juga memberikan ajaran moral, nilai-nilai religius, serta peningkatan harkat dan martabat manusia (Kaelan, 2005, 75). Ketiga, setelah ditemukan kandungan unsur-unsur yang ada di dalamnya serta keterkaitannya dengan nilai-nilai yang ada, objek data kemudian dihubungkan dengan pengetahuan dalam diri manusia secara holistik, baik moral, religius, estetis, maupun nalar. Tahap ini merupakan tahap awal untuk melakukan interpretasi, sehingga setelah tahap verstehen ini kemudian dilakukan interpretasi (Kaelan, 2005, 75).

*****

Diangkat dari ebook Tabbhuwân: Seni Pertunjukan Masyarakat Madura di Tapal Kuda, Bab: Seni Ritual, Penulis Panakajaya Hidayatullah, Penerbit BRIN, 2024.

 

Tulisan bersambung

1. Pojhiân Hodo sebagai Ritual Kesuburan
2. Prosesi Ritual Pojhiân Hodo
3. Nilai Estetis Ritual Pojhiân Hodo

 

Writer: Panakajaya HidayatullahEditor: Lontar MaduraSource News

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.