Sang Juru Tombak Pengawal Merah Putih
dari Kangean ke Pulau Sapeken

Belanda memerintahkan rakyat berkumpul di lapangan. Tidak terkecuali mereka yang bertugas sebagai prajurit juga berbaur dengan rakyat. Bagi mereka yang melawan dibunuh dan disiksa. Adapun Tentara Republik  diperintahkan naik kapal dan dibawa berlayar. Mereka lalu dimasukkan ke penjara Kalisosok di Surabaya dan menjadi tawanan selama 9 bulan. Tentara Republik yang menjadi tawanan antara lain; Moh. Hamzah (Komandan Sersan II), Kopral II Sutomo, Kopral II Mohammad Hafid, Prajurit II R. Kamaroedin, Abd. Razak, Abu Bakar, Mohammad Mohtar, Tinggal, Uwik, Soelamin, Aman, dan Bahrullah.

Para tentara atau pun prajurit dibebaskan pada tanggal 25 April 1948. Mereka lalu dikirim ke Kediri dan bergabung dengan induk pasukan Kesatuan Jokotole Resimen 35 Divisi 1. Setelah Agresi Militer II pada tanggal 19 Desember 1948 mereka mengikuti perang gerilya dan setelah pengakuan kedaulatan pada tanggal 27 Desember 1948 mereka baru kembali ke Madura.

Sapeken dalam Pendudukan Belanda

Informasi mengenai jatuhnya Sapeken ke tangan Belanda, sayup – sayup terdengar di Kangean. Laporan resmi belum masuk, sebab pada waktu itu tidak ada sarana transportasi, radio atau telpon yang bisa memberi kabar dengan cepat. Meski demikian, di pendopo Kawedanan Arjasa Kangean telah diadakan pertemuan yang membahas terkait kondisi pulau Sapeken yang konon sudah dikuasai Belanda dan bendera tiga warna berkibar di sana.

Untuk memastikan mengenai kondisi terakhir di pulau Sapeken, berangkatlah 7 orang utusan yang dipimpin oleh Kapten Mohammad Mahfoed dan Letnan Haris. Ketujuh orang yang diberangkatkan, 5 orang adalah tentara dan 2 orang pemuda yang berprofesi sebagai guru Sekolah Dasar yaitu Sahwanoedin dan Aboel Hasan. Mereka berangkat dari Arjasa dengan berkuda selama kurang lebih sehari semalam.

Di tengah perjalanan mereka bertemu dengan 3 orang yang berjalan kaki, tidak lain adalah R. Ibrahim Kertowidjojo (Camat Sapeken) dan R. Mohammad Hasboellah (Mantri Polisi) dan Abuyamin (Polisi) yang berhasil meloloskan diri dan keluar dari pulau Sapeken. Dari keterangan mereka menyatakan bahwa benar pulau Sapeken sudah dalam penguasaan Belanda. Mereka lari untuk menyelamatkan diri dari incaran Belanda dan amukan massa yang sudah dalam kendali Belanda. Turut serta dalam pelarian tersebut keluarga camat yang sedang hamil tua. Mengingat kondisi perjalanan ke Arjasa yang cukup jauh, keluarga camat yang sedang mengandung itu dititip di rumah warga di Kayuwaru (desa di ujung timur Kangean) hingga melahirkan anak perempuan di sana.

Setelah melewati perjalanan selama sehari semalam dan tiba di ujung timur Kangean, lalu menyeberang ke pulau Paliat; sebuah pulau yang terletak di sebelah barat pulau Sapeken. Di sini rata – rata orang memberi kabar bahwa keadaan di Sapeken sangatlah genting. Rakyat diintimidasi dan diperintah secara paksa untuk memagar betis pulau Sapeken lengkap dengan persenjataan dan membunuh mereka yang datang terutama Tentara Republik dan orang – orang yang masih setia membela merah putih.

Sang Juru Tombak

Setibanya di Paliyat, rombongan dari Arjasa tidak langsung menyeberang ke Sapeken. Terlebih kabar kondisi terakhir pulau Sapeken. Jarak antara pulau Paliyat dengan pulau Sapeken sangat dekat. Hanya ditempuh perjalanan kurang lebih 1 jam dengan menggunakan sampan atau perahu layar. Dari pantai timur pulau Paliyat nampak dengan jelas terlihat hamparan pasir pantai pulau Sapeken. Mereka mengamati keadaan sekitar. Mereka memastikan bahwa kapal perang Belanda tidak datang. Karena jika menyeberang hanya modal nekat tanpa strategi sama juga bohong dan sia – sia.

Responses (3)

  1. Wa alaikum salam saya jawab
    Nomor kontak Penulis atasnama Hasani Hamzah 081249572614

  2. Assalamu’alaikum. Mohon maaf, kami mohon info lebih lanjut. Untuk itu, kami membutuhkan nomer rang bisa dihubungi. Terima kasih.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.