Sekitar Seni Tutur Madura dan Upaya Revitalisasi

Dongeng Yang Dipentaskan

Selain dongeng yang dituturkan, di Madura ada berbagai dongeng dan sastra lisan lainnya yang dipentaskan dalam bentuk karya teater tradisional, seperti topeng (dalang), ajing (sekarang berubah menjadi ludruk), slabadan, lawak dan lain-lain. Pertunjukan-pertunjukan itu menjadi menarik selain tokoh-tokoh cerita diperankan masing-masing oleh seorang pemain, juga diiringi oleh gamelan Madura, yang peralatan dan irama gendingannya tidak banyak berbeda dengan gamelan Jawa. Masing-masing daerah di Madura punya variasi-variasi yang beragam, misalnya, pada kidung-kidung yang dibawakan, antara Madura barat dengan Madura timur ada cengkok lagu yang berbeda.

Baik ludruk, slabadan, maupun topeng, ditanggap orang untuk berbagai keperluan, seperti, untuk merayakan perkawinan, ruwatan dan lain-lain. Untuk kesenian topeng, kisah-kisah yang ditampilkan pada umumnya dinukil dari Mahabarata dan Ramayana, sedangkan ludruk pada umumnya menampilkan cerita kerajaan baik di Jawa maupun dari tempat lain di Indonesia, seperti cerita “Damarwulan”, “Joharmanik”, “Joko Sabar”, dan beberapa cerita panji lainnya. Jadi ludruk Madura lebih dekat ke ketoprak dari pada dengan ludruk Surabaya.

Perubahan dari ‘ajing’ ke ludruk ini dimulai sejak akhir tahun 1960-an dengan munculnya ludruk “Sinar Kemala” dari Kalianget. Kemudian disusul oleh grup-grup lain di wilayah Sumenep dan wilayah Madura lainnya. Sampai sekarang, ludruk masih hidup, terutama di wilayah-wilayah pedesaan dan penggemarnya masih banyak. Semaraknya ludruk, kemungkinan besar, karena ludruk masih dibutuhkan untuk menyemarakkan pesta-pesta perkawinan. Sebagian anggota masyarakat merasa belum berpesta, kalau perkawinan anaknya tidak dimeriahkan dengan ludruk. Disamping itu, ludruk sekarang banyak yang sudah menggunakan teknik-teknik moderen dalam pementasannya sehingga penonton semakin senang. Dalam memenuhi selera penonton, tidak mustahil sesekali seorang pemeran atau pelawak ada yang menyanyikan lagu dangdut sehingga penonton merasa enjoi.

Berbeda dengan topeng, yang penggemarnya semakin berkurang. Para pemain topeng dan para tokohnya cukup berusaha untuk mempertahankan mutu pertunjukan topeng, namun sampai sekarang ini perkumpulan teater topeng sudah semakin sedikit. Yang masih ada tinggal di Kalianget, Baban dan Dasuk.

Upaya merevitalisasi topeng dalang Sumenep pernah dilakukan pada tahun 1982, ketika topeng diundang untuk pentas keliling Perancis, antara lain di gedung teater Marta Graham. Budayawan Edi Setiawan sebagai produser dan dalang Sabidin mengemas cerita topeng yang biasanya berdurasi semalam suntuk dipadatkan menjadi berdurasi 2 jam. Upaya itu memang bermanfaat. Sambutan pecinta seni di Perancis cukup baik. Untuk selanjutnya, penyingkatan (lebih tepatnya: pemadatan) cerita wayang itu terus dilaksanakan ketika topeng pentas di luar Madura, baik di Bentara Budaya Yogya dan Bentara Budaya Jakarta (Agustus 1991), Taman Ismail Marzuki (1984), maupun di Amerika dan Jepang.

Tetapi, revitalisasi itu ternyata tidak menambah penggemar topeng di pulau Madura sendiri. Pemadatan alur cerita agaknya cocok untuk penonton perkotaan atau para turis yang tidak punya banyak waktu senggang. Sedangkan untuk di kampung halamannya sendiri, topeng membutuhkan kiat-kiat baru sebagai wujud dari pencarian kreatif.

Upaya kreatif yang lain misalnya terdapat pada seni hadrah. Seni yang sangat disenangi di kalangat pesantren dan pemeluk agama itu sejak tahun 1970-an pelan-pelan melakukan perubahan. Mulai dari kostum yang menyala lengkap dengan asesoris membuat penampilannya cukup gemerlapan. Disamping itu gerak tariannya pun sebagian mengadopsi gerak silat dan senam dengan bloking yang sangat variatif. Selain itu syair-syair lagunya pun yang asalnya dari karya sastra Arab, seperti “Al-Barzanji” dan “Maulidul-Azzab”, sebagian mulai menampilkan lirik-lirik berbahasa Madura, baik yang berupa kisah maupun kritik-kritik terhadap kehidupan yang melenceng. Dengan demikian, lirik-lirik dalam seni hadrah menjadi sangat akrab dengan masyarakat religius di Madura. Hal itu dibuktikan dengan banyaknya grup-grup hadrah yang meningkatkan mutu dengan segala upaya kreatifnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.