Simbol Anti Hegemoni dalam Cerita Rakyat Madura

Maduraisme sebenarnya telah membuka simbol ordinan-hegemonis yang telah merendahkan kualitas masyarakat Madura ini. Sejak lama Madura telah mengatakan bahwa dirinya superior di hadapan orang manapun bukan hanya di hadapan Jawa, tapi juga di hadapan Cina, VOC dan Belanda. Legenda Raden Segoro misalnya menunjukkan tendensi perlawanan itu. Legenda ini seakan menjabarkan bahwa Madura sama egaliternya dengan Jawa. Legenda Raden Segoro memberitakan adanya persepsi defisit tentang Madura di mata orang Jawa masa lalu. Karenanya, diperlukan sebuah pembangkangan yang estetis melalui sastra. Cerita rakyat tentang Raden Segoro menunjukkan 3 afirmasi sekaligus. Pertama, bahwa orang Madura juga memiliki trah geneologis yang sama dengan orang Jawa seperti silsilah Raden Segoro yang dinisbahkan kepada putri Medangkamulan. Kedua, bahwa kyai Poleng yang orang Jawapun dapat menjadi bawahan orang Madura. Ketiga, bahwa orang Madura merupakan figur substitutif yang dibutuhkan orang Jawa yang terlihat dari keterlibatan raden Segoro sebagai satu-satunya kesatria yang dapat menghalau musuh dari Cina.. Kehebatan Raden Segoro ini menunjukkan bahwa eksistensi Madura dalam kosmologi pemahaman populer bukanlah sebuah unsur komplementer tapi sebuah identitas yang dapat saja berperan sebagai pengganti peran utama. Dalam cerita rakyat Raden Segoro, Jawa dan Cina dilawan sekaligus.

Babad Sumenep pun menunjukkan bahwa Dampo Awang sebagai teks antagonis Majapahit ternyata hanya bisa dihadapi oleh Joko Tole. Juga bahwa hegemoni keraton Jawa tidak selamanya sakral namun juga diwarnai hipokrasi seperti kedengkian Patih GajahMada terhadap Joko Tole. Epos Joko Tole ini juga mengajarkan bahwa antara Madura dan Gresik terdapat harmoni yang absolut karena adik Joko Tole, Banyak Wedi diangkat sebagai raja Gresik. Garis relasi antara Joko Tole dengan Gresik sebenarnya mengandung pesan simbolik teritorialisasi eksis tak terpisahkan antara Kemaduraan dan Kesantrian sekaligus. Bukankah Gresik di era Majapahit akhir merupakan poros kekuatan politik Islam di Nusantara. Cerita ini membenarkan bagi aliansi strategis antara Keningratan Madura dengan Kesantrian Giri Kedaton yang menjadi modal besar aliansi strategis Trunojoyo-Giri. Juga sebuah sinisme bagi nilai-nilai kejawen yang terkembang saat itu. Pengarang Babad Sumenp nampaknya tidak memilih wilayah lain di Jawa seperti Matraman sebagai area kekuasaan Banyak Wedi, namun justru wilayah pesisir yang Islam seperti Gresik sebagai alur cerita. Disini, Babad Sumenep ingin menggariskan kompleksitas kesatuan Islam pesisir utara Jawa yang dinamis dengan kemaduraan yang agraris.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.