Reshuffle saat itu tidak hanya menimpa Arya Wiraraja tapi juga tokoh politik penting lainnya seperti Raganatha yang dimutasi dari patih menjadi kepala pengadilan (menurut riwayat lain sebagai adhyaksa di Tumapel). Boleh jadi, Kertanegara memang memendam ambisi untuk menggeser tokoh-tokoh lama agar tidak merintangi cita-cita besarnya membangun imperium Singasari yang besar. Kertanegara menjadi raja Singasari pada kisaran tahun 1268-1292. namun, Kertanegara telah mengamati kinerja para bawahan ayahnya sejak ia diangkat menjadi raja muda tahun 1254. Arya Wiraraja bukan tokoh asing bagi Kertanegara. Seandainya Arya Wiraraja menjadi tokoh politik Singasari bersamaan dengan diangkatnya Kertanegara sebagai raja muda, maka tak sulit bagi Kertanegara untuk mengenal siapa Arya Wiraraja
Persoalan mutasi politik terhadap Arya Wiraraja ini menjadi menarik karena terdapat dua teori yang membahasnya. Pertama, teori klasik yang dibangun dari Pararaton dan Negarakertagama. Menurut Pararaton dan Negarakertagama, mutasi politik ini terjadi karena ketidaksukaan Kertanegara terhadap Arya Wiraraja. Namun terdapat teori kedua yang dipaparkan C.C Berg, sejarawan universitas Leiden yang ahli dalam kajian Nusantara kuno. Menurut Berg, Arya Wiraraja dijadikan penguasa Sumenep bukan karena dibuang atau karena tidak disukai Kertanegara namun lebih karena gerakan politik Kertanegara saat itu yang berupaya membangun Singasari sebagai imperium besar di nusantara dan juga menghadapi ancaman Kubilai Khan dari Mongol (D.G.E Hall:1988).
Sebagaimana diketahui, Kertanegara berupaya membangun Singasari sebagai kekuatan politik suprematif di nusantara. Ambisi politik ini dilatari oleh dua hal penting. Pertama, bahwa kecenderungan untuk menjadi penguasa primer di nusantara merupakan kecenderungan umum raja-raja Jawa sejak dinasti Sailendra dan Darmawangsa pada era Mataram Hindu, dilanjutkan kerajaan Kediri dan kemudian Singasari. Kedua, Politik ekspansi Kertanegara untuk menguasai nusantara juga berkaitan dengan makin melebarnya kekuasaan Mongol di Asia Tenggara. Titik tekan politik ekspansi Singasari saat itu adalah bagaimana agar Jawa mampu melemahkan kerajaan maritim terbesar di nusantara yaitu Sriwijaya sekaligus membendung Mongol. Apalagi, sejak masa Wisnuwardhana, Mongol terus berupaya mengekspansi Asia Tenggara. Beberapa wilayah seperti Tongkin dan Kamboja telah diserang oleh Mongol pada masa Kertanegara.
Menurut Berg, Arya Wiraraja dijadikan sebagai penguasa Sumenep justru untuk menjadikan Madura sebagai basis pertahanan membendung Mongol. Kertanegara memang menggunakan strategi politik pembendungan dengan menjadikan sejumlah daerah di nusantara sebagai benteng ekspansi Mongol. Selain Madura, Kertanegara telah membangun basis kekuatan militernya di Melayu melalui ekspedisi Pamalayu (1275). Kertanegara menggunakan tanah Melayu sebagai basis Singasari untuk membendung Mongol di sebelah barat.