Sebagaimana diceritakan oleh Raden Secodipura, pada tahun 1811, Inggris datang ke Indonesia untuk merebutnya dari tangan Belanda, sehingga Gouvernur Generaal J. W. Jansen kalah perang lalu mundur ke Semarang untuk melawan Inggris. Pangeran Natanegara cepat memberi bantuan dengan membawa 1000 orang prajurit. Sesampainya di Semarang tidak jadi berperang karena Belanda menyatakan takluk pada Ingris dibawah pimpinan Thomas Stompson Raffles. Oleh TS Rafles, Pangeran Natanegara II disuruh kembali ke Sumenep dengan diiring oleh seorang Kapiten dan 100 orang serdadu.
Ketika Pangeran Natanegara berada di Semarang, tentara Inggris masuk ke Sumenep melalui perairan Kalianget, dan disambut perlawanan oleh Patih Ki Mangundireja. Ternyata Ki Mangundireja tewas ditembak tentara Inggris di Loji bersama tiga orang menteri dan 70 orang Prajurit (papatè, mantrè 3 sareng bhãlã pandjhoerit 70). Dari peristiwa ini dikalangan masyarajat Sumenep jaman dulu muncul ungkapan “Jimbrit bâceng kamarong kellana marongghi, Inggris dâteng Kè Mangun matè è lojhi”. Maksudnya: lnggris datang Ki Mangun tewas di Loji (benteng).
Dengan masuknya Inggris yang dipimpin Thomas Stompson Raffles di Nusantara, banyak sekali perkembangan ilmu pengetahuan yang digali, terutama dalam pengetahun sejarah. Dikala Ts. Rafles menemukan batu bertulis atau prasasti dengan memakai huruf Sangsekerta di Bali yang tidak bisa dibaca, maka ia minta tolong kepada Natakusuma Natakusuma II untuk dibantu menerjemahkan. Setelah beberapa waktu kemudian hasil terjemahan prasasti tersebut diambil oleh Rafles, dan ternyata hasilnya sama dengan yang diterjemahkan di India. Dengan demikian maka Natakusuma II diberi penghargaan Letter Condige dari T. Stompson Raffles dari kerajaan Inggris,
Baca: Sultan Abdurrahman Sahabat Stamford Raffles
Pada tahun 1816 Belanda kembali Iagi ke Indonesia, maka pada tahun 1817 Natakusuma II diangkat lagi jabatannya oleh Belanda menjadi Panembahan Adipati Natakusuma II. Pada tahun 1825 kompeni berperang dengan kerajaan Bone di Sulawesi, dan Natakusuma II ikut membantu dengan membawa prajurit sebanyak 2000 orang, yang biayanya ditanggung sendiri. Sedangkan pihak kompeni dipimpin oleh Generaal Majoor van Geen, mereka berperang selama tujuh bulan, yang kemudian Raja Bone takluk kepada kompeni.
Setelah Natakusuma II kembali ke Sumenep maka oleh Gouverneur Generaal diperintahkan berangkat lagi ke Yogyakarta untuk membantunya berperang melawan Pangeran Diponegoro. Di Yogya bertemu dengan Majoor van Geen yang kemudian diganti oleh Generaal de Kock.