Ketua Tanfidyah NU Kabupaten Bangkalan bahwa “Keberadaan blater memang sejak awal dibiarkan oleh pembawa misi Islam, namun secara lambat laun dimodifikasi sedemikian rupa. Modifikasi itu dengan melibatkan mereka dalam acara acara khaul, istighozahan, slametan rumah, dll. Melalui acara diataslah kita menyebarkan cara cara ritual keagamaan. Dari sinilah kemudian timbul hubungan yang tawadhu’ dari kalangan blater kepada ulama’. ucapnya
Tatkala ditanya tentang banyaknya jebolan pondok pesantren lantas menjalani hidup dengan menjadi blater, Pengasuh Pondok Pesantren Ibnu Kholil ini menegaskan bahwa “tidak semua lulusan pondok itu menjadi orang yang konsisten memegang ajaran ajaran pondok”. Namun, kyai yang juga keturunan KH Syaichona Kholil menyadari dengan tidak mengganggu kebiasan kebiasan kalangan blater seperti sabung ayam dan kerapan, maka saya yakin mereka (blater) akan tetap menjalankan ketentuan agama, seperti sholat dan zakat. Bahkan KH Imam Buchori juga merasakan zakat yang diberikan kalangan blater lebih besar jika dibanding dengan kalangan pengusaha.
“Oleh karena itu para kyai tidak menggunakan cara cara yang frontal dalam mengislamkan mereka, akan tetapi dengan cara cara persuasif, dan halus. Sehingga dalam sekali waktu, kalau kyai atau pondok memiliki hajatan besar tak jarang pelaksananya adalah para blater. Nah, dengan dekat para kyai dalam sehari harinya, maka saya yakin mereka akan melupakan sabung ayam, kerapan sapi, atau juga judi”,ungkap caleg DPR dari PKB ini.
Ucapan yang sama juga disampaikan oleh KH. Abdullah Khon Tabrani, Pengasuh Ponpes Al Aziziyah, Bangkalan. Ia menyatakan bahwa “tak membawa manfaat jika para kyai berdakwah dengan menghantam atau menfatwa perilaku blater yang bertentangan dengan nilaai nilai Islam, justru hanya akan menjauhkan mereka dari Islam”, ucapnya. Menurut kyai yang juga jebolan ilmu fiqih dari Mekkah ini menambahkan “tradisi di lingkungan NU tidak menghakimi mereka, akan tetapi kita harus mengedepankan akhlaq sebagai contoh untuk mengubah perilaku mereka yang tak Islami itu”.