Sedangkan babak ketiga diawali dengan formasi melingkar dalam posisi duduk dengan kaki ditekuk ke belakang (seperti posisi tasyahhud awal dalam shalat), diiringi dengan tepuk tangan dalam irama yang teratur. Kemudian dilanjutkan dengan posisi berdiri sambil bergerak menghadapkan badan ke kiri dan ke kanan yang diiringi dengan bacaan dzikir berupa lafadz “Yâ Huwa Allâh…”. Sesekali lantunan lafadz Allâh dikeraskan dan diakhiri dengan tepuk tangan sesuai komando dari pimpinan. Setiap anggota tetap pada posisinya sampai selesainya babak ini.
Adapun bacaan yang dikumandangkan pada babak ini ada 2: Pertama, bernada dzikir, yaitu lafadz Jalâlah “Yâ Huwa Allâh…” yang diucapkan oleh separuh anggota, sedangkan separuh lainnya melafadzkan kalimat-kalimat hiburan berupa pantun yang mereka buat sendiri dalam bahasa Madura. Pantun tersebut berisi wejangan atau peringatan untuk semua orang yang mendengarnya, seperti:
Sampér labun bhèdhâ’ nyonya;
Toan Arab ka kotta’ah;
Jhâk bur lebur nompok dhunnya;
E akhérat é séksaah;
Ini puman, puman ponéngan;
Ponéngannah bèssé pandhih;
Ini samman, samman mainan;
Mainanna oréng Bicabbhi.
Pada babak keempat dimulai dengan posisi duduk dengan posisi kaki sebelah ditekuk ke atas, yang sebelah lagi dilipat dan diduduki. Kemudian dilanjutkan dengan rangkaian beri-kutnya, yaitu posisi berdiri seperti pada babak sebelumnya dengan gerakan yang juga relatif sama, bergerak menghadapkan badan ke arah kanan dan ke arah kiri mengikuti bacaan yang dikumandangkan dengan diiringi tepuk tangan teratur dan berirama. Bacaan yang dilafadzkan adalah kalimat dzikir “Allâh Hasbi”, dan dengan dipimpin salah seorang dari mereka melafadzkan cerita-cerita Nabi Yusuf, dan sebagian yang lain melantunkan shalawat kepada Nabi.