Nadar Dalam Upacara Pembuatan Garam Di Sumenep (1)

upacara-adat-nadar-nyadar-sumenep1 Kebutuhan  simbolik  merupakan  kebutuhan  untuk  mengintegrasikan kebutuhan biologis dan instrumental dengan cara  menciptakan  tiga macam sistem   simbol.   Pertama,   simbol   yang   berupa     pengetahuan     tentang kebudayaan yang dipakai untuk memiliki, menggunakan, dan menyebarkan pengetahuan  pokok  ke  dalam  lingkungan  sosialnya.  Kedua,  sistem  simbol yang   berkaitan   dengan   masalah   magi   dan   religi   yang   dipakai   untuk menjelaskan  soal  nasib  (baik  atau  buruk)  serta  menjelaskan  peristiwa- peristiwa  yang  terjadi  di  sekitarnya.  Ketiga,  sistem  simbol  yang  berkaitan dengan  gagasan  tentang  kesenian,  olahraga,  upacara-upacara,  dan  diharapkan  dengan  sistem  simbol  ini  warga  masyarakat  bisa  merasakan  irama komunal bersama dalam berbagai aktivitas dan kehidupan mereka (Suparlan dan Spradley dalam Thohir, 1999:181).

Upaya  mencapai  kebutuhan  tersebut,  masyarakat  menggunakan  kebudayaannya. Kebudayaan merupakan seperangkat pengetahuan dan keyakinan yang digunakan untuk memahami dan menginterpretasi ling-kungan dan pengalamannya.  Kebudayaan  menjadi kerangka  landasan  dalam  mewujudkan dan mendorong terwujudnya kelakuan, seperti pada aktivitas ekonomi. Aktivitas ekonomi suatu masyarakat tidak mudah dijelaskan tanpa memahami pengetahuan dan keyakinan masyarakat yang bersangkutan.

Menurut  Helman  dan  Turner  (dalam  Thohir,  1999:64),  suatu  upacara diadakan  karena  upacara  tersebut  memiliki  sejumlah  fungsi  yang  bisa  dimiliki oleh upacara tersebut, yaitu fungsi psikologis (psychological), sosial (social), dan perlindungan (protective). Fungsi-fungsi tersebut dapat dilihat dari simbol-simbol yang digunakan dalam upacara.

Simbol-simbol  yang  ada  dalam  upacara  nadar  juga  tercermin  pada fungsi spiritual (religi) dan sosial. Upacara nadar dilaksanakan setiap panen garam sebagai ungkapan rasa syukur dan menghormati para leluhur. Kepercayaan dalam melaksanakan upacara nadar ini diyakini secara turun-temurun oleh petani garam di Sumenep. Bertolak dari keyakinan tersebut para petani garam selalu melaksanakan upacara nadar dengan tata urutan upacara yang telah  diwarisi  dan  menggunakan  instrumen  sesaji  sebagai  ungkapan  rasa syukur tersebut. Upacara nadar tersebut tergolong dalam jenis upacara religi. Religi  dapat  mempengaruhi  manusia  dalam  bertindak  maupun  bertingkah  laku.  Setiap  manusia  pada  umumnya  mempunyai  agama  yang  diyakininya  dan  agama  sebagai  keyakinan  atau  kepercayaan  manusia  untuk berhubungan  dengan  Tuhan.  Tuhan  merupakan  pencipta  alam  semesta  beserta isinya, baik manusia, hewan, maupun tumbuhan.

Alam yang diciptakan oleh-Nya dapat dibedakan adanya alam kasad mata (alam nyata) dan alam ora kasad mata (alam ghaib). Keberadaan alam ora kasad mata ini menguatkan  keyakinan  masyarakat  terhadap  mitos.  Kekuatan  alam  gaib  ini  di  luar jangkauan  manusia.  Manusia  hendaknya  memupuk  hubungan  har-monis antara  alam  kasad  mata  (alam  nyata)  dengan  alam  ora  kasad  mata  (alam gaib). Menurut Moertjipto (1987:56), makrokosmos terdiri dari kom-ponen yang  berifat  materi  (alam  kasad  mata)  dan  non  materi  (alam  ora  kasad mata).  Komponen  yang  bersifat  materi  terdiri  dari  lingkungan  sosial  dan lingkungan fisik, sedangkan komponen yang bersifat non materi terdiri dari alam kelanggengan, yaitu Tuhan, roh-roh halus yang baik, dan alam lelembutt. Manusia yang berada di tengah harus menjaga dua komponen tersebut.

Salah satu cara manusia adalah melakukan selamatan untuk menjaga hubungan antara manusia dengan komponen makrokosmos. Konsep keseimbangan inilah  yang  menjadi  dasar  perilaku  manusia  dalam  melak-sanakan  upacara ritual atau selamatan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.