Musik Mulut hasil revitalisasi itu pernah pentas di Taman Budaya Surakarta, di Universitas Ahmad Dahlan, mengikuti Asambel Musik Internasional di gedung Purna Budaya, Yogyakarta, dan di gedung BPPT, Jakarta, dan lain-lain
Apabila diperhatikan secara seksama, tradisi lisan Madura sebagian telah mengalami kepunahan dan kemunduran. Sedangkan yang masih hidup saat ini agaknya sulit untuk bertahan. Penyebabnya antara lain karena terdesak oleh kebudayaan moderen. Kegiatan mendongeng, misalnya, terdesak oleh sinetron yang ditayangkan oleh media elektronik. Begitu anak berpendidikan moderen tidak suka potong gigi ketika hendak menikah, otomatis acara “mamapar” yang disemarakkan dengan tembang akan berkurang. Merosotnya warisan tradisi lisan itu berkaitan erat dengan pandangan hidup baru yang dipacu oleh gairah kehidupan moderen.
Sedangkan upaya revitalisasi yang disesuaikan dengan irama modernitas jarang dilakukan. Upaya revitalisasi, sebaiknya dikaitkan dengan kebutuhan zaman dan upaya itu membutuhkan kerja keras. Kita bisa melihat, sukses dari Emha Ainun Nadjib dalam menghidupkan kembali beberapa lagu-lagu Jawa, contoh seperti syi’ir “Tombo Ati”, “Ilir-ilir”, “Sluku-sluku Bathok”, dan lain-lain.
Dengan demikian, menghidupkan warisan tradisi lisan Madura harus ada upaya memberi nafas baru agar penampilannya terasa segar, sehingga penampilannya tidak sekadar menjadi kenangan dan nostalgia. Lebih dari itu penyajiannya benar-benar menyuarakan irama zaman. | akhir
Tulisan bersambung: